Selasa, 26 November 2019

3 Hari Untuk Selamanya

"Eh kemarin gua mimpi Bapak lu loh"

"Mimpi apaan??

"Iya, jadi gua ama temen yang lain datang ke rumah lu buat ajak lu main. Di rumah lu ada banyak orang tapi Bapak lu bilang lu gak boleh main?"

"Loh kok aneh. Lu kan gak pernah ketemu ama Bapak gua?"

"Iya sih, makannya gua juga aneh. Tapi ya San, yang gua tau, kalau kita Mimpi ke rumah orang terus lagi ada banyak orang berkumpul berarti bakalan ada yang meninggal"

Ini adalah obrolan antara gua dan salah temen gua si Arya beberapa bulan yang lalu sebelum kita bersiap mau nonton film 'Weathering With You'. Ketika pertama kali dia cerita itu, gua anggap mimpi itu hanya sebagai 'bunga tidur'. Ya mimpimya emang rada aneh sih secara si Arya belum pernah ketemu ama Bapak gua tapi anehnya dia malah bisa mimpiin Bapak gua.

....................................................................

21 Oktober 2019 sekitar jam 10 Malam

Gua baru sampai rumah setelah seharian 'menjemput rejeki'. Lampu di dalam rumah sudah dimatikan dan yang masih menyala adalah lampu di kamar Papa & Mama. Gua ganti baju, cuci muka, gosok gigi dan beranjak naik ke atas menuju kamar gua di lantai 2. Sekilas gua memperhatikan Papa baru saja mematikan TV dan ambil posisi buat berdoa malam. Gua pamit sebentar bilang 'mau tidur' dan beranjak naik.

Kebiasaan gua sebelum bobo biasanya adalah baca buku atau komik biar cepat ngantuk dan di hari itu, gua lagi menyelesaikan Novel "Eragon". Baru baca 2 lembar tetiba Mama memanggil dari bawah "De, Papa kambuh lagi. Keluarin motor, kita ke RS"

Dalam 2 bulan terakhir, Papa sudah 4x dirawat ke ICU dan permasalahannya selalu sama yaitu sesak nafas sehingga sulit bernafas dan serangan sesak nafas itu selalu terjadi di Malam hari, menjelang waktunya tidur malam.

Dokter yang memeriksa mengatakan jika Papa ada penyakit asam lambung dan ketika asam lambung naik, hal itu yang membuat sesak nafas. 5 hari sebelum tanggal 21 Oktober, Papa sebenarnya sudah dibawa ke RS Boromeus untuk diperiksa lebih dalam dan detil lagi. Bahkan Dokter sudah menjadwalkan untuk pemeriksaan kedua di hari Sabtu mendatang.

Gua langsung bergegas mengeluarkan motor, kalau ada yang nanya kenapa gak memakai mobil jawabannya karena akan menghabiskan banyak waktu untuk mengeluarkan mobil dari halaman rumah orang tua gua (karena jalannya memang hanya muat 1 mobil).

Kondisi Papa sudah sangat mengkhawatirkan, tidak seperti biasanya. Kalau sebelumnya, masih bisa mengendalikan diri untuk hari itu, Papa terlihat sangat kewalahan. Gua masih ingat ketika Papa ngomong sambil sedikit berteriak "De, cepet. Papa sudah gak kuat".

Nafas yang keluar dari hidung pun terasa semakin berat meskipun sudah dibantu oleh tabung oksigen. Feeling gua sudah gak enak dan ketika berjalan menuju motor, langkah kaki Papa sudah begitu lunglai. Mama langsung bilang order Grabcar karena ditakutkan jatuh jika dipaksa naik motor.

Gak berapa lama, Grabcar sampai di Bank BCA Ahmad Yani dan Papa gua berboncengan dengan gua menuju ke Bank BCA yang jaraknya memang dekat dengan rumah gua. Papa sudah begitu lemah dan hanya bisa menyandarkan tubuhnya ke badan gua. Mama gua lari dari rumah menuju ke Bank BCA dan ketika gua sudah sampai di Bank BCA, Papa sudah terlihat tidak berdaya.

Gua bantu buat turun dari motor dan Papa menjatuhkan Botol Oksigen. Dia terjatuh dan untungnya gua masih bisa meraih badan Papa sebelum menghantam lantai. Satpam Bank BCA dan orang-orang yang masih disana lantas membantu untuk memasukkan Papa ke dalam mobil.

Kondisinya sudah tidak sadar dan Mama lalu ikut masuk ke dalam mobil buat menemani menuju ke RS. Gua sendiri pulang buat ngabarin Kakak dan Deb kalau Papa masuk ke RS lagi.

Di rumah gua telpon Mama dan mama ngabarin kalau Papa belum sadar. Gua langsung beranjak lagi menuju ruang IGD dan disana gua lihat Dokter & Suster sudah berusaha keras untuk membangunkan Papa tetapi apa yang gua takutkan akhirnya terjadi juga ketika Dokter mengatakan

"Maaf Bu. Bapak belum sadar dan mohon maaf, Bapak sudah tidak ada"

Tangis Mama langsung pecah, begitu pun dengan gua. Tetapi gua masih mencoba untut kuat dan tabah agar Mama tidak terlalu down. Gua keluar dari IGD dan disaat yang bersamaan, Kakak gua baru beres parkir mobil. Dia shock seolah tidak percaya ketika gua kasih kode kalau Papa sudah gak ada dari kejauhan.

Dia langsung berlari menuju ruangan Papa dan langsung menangis. Dia lantas cerita kalau jam 9 Malam masih mengobrol dengan Papa. Papa juga nampak sehat dan terlihat bersemangat untuk kembali datang ke RS Boromeus untuk menjalani pemeriksaan kedua.

Tetapi Tuhan berkehendak lain. Jika Tuhan sudah berkehendak maka DIA pasti tahu itu yang terbaik buat umatnya. Gua, Mama, dan Kakak pun bersyukur karena ketika Papa dipanggil, Papa tidak dalam keadaan sakit parah yang menyiksa.

............................................................................

Penyesalan akan selalu datang. Hingga gua menulis post ini, sebenarnya gua masih dihantui rasa penyasalan yang begitu mendalam. Menyesal karena belum bisa membahagiakan Papa, menyesal karena masih sering adu argumen dengan Papa, dan semakin menyesal jika ingat Papa selalu diam ketika nada bicara gua makin tinggi.

Ingatan gua kemudian melayang di tahun 2011 di sebuah Malam. Malam dimana gua menangis sejadi-jadinya karena (ehem) habis putus cinta.

Gua jarang menangis tetapi kejadian di tahun 2011 silam itu sulit untuk dilupakan. Gua meluapkan kesedihan gua ke Papa dan awalnya gua tidak mau cerita. Saat itu Papa hanya bertanya:

"Kenapa, kenapa. Kalau kamu gak cerita, mana Papa tau"

Sambil terbata-bata gua bercerita dan pesan Papa saat itu adalah "Kamu harus bekerja lebih keras lagi. Buktikan ke Dia. Sudah jangan nangis lagi"

Pesan itu terus gua masih ingat sampai sekarang dan disaat sekarang gua sudah di posisi yang lumayan, kenapa Papa pergi begitu cepat?

........................................................................................

Proses pemakamam Papa berjalan baik dan lancar. Orang-orang di Gereja begitu baik dan tulus menolong sehingga Ibadah Penghiburan, Ibadah Tutup Peti sampai Ibadah Penguburan selama 3 hari berjalan dengan lancar.

Saudara dan Teman pun silih berganti datang untuk melawat. Kiriman Bunga duka dan ucapan pun terus berdatangan dan membuat gua secara pribadi begitu bersyukur karena memiliki Ayah yang begitu baik dan kepergiannya dirindukan oleh banyak orang.

Ketika tetangga datang ke rumah duka untuk melayat, salah satu tetangga mengatakan kepada gua "Papa Dede (maksudnya Papanya si Sani, gua dipanggilnya Dede di lingkungan rumah) mah orangnya baik. Kalau ketemu pasti nanya kemana Ilham (anak Tetangga)"

Gua gak kuasa buat membendung air mata lagi sewaktu tetangga gua itu bercerita soal Papa. Ah terlalu banyak hal yang gua lewatkan bersama Papa sehingga kadang gua sering luput kalau Papa adalah orang yang luar biasa.

Cinta terakhir

See You in Another Life :(

Manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah, Pdt Lukman
....................................................................................

2 Minggu setelah kejadian Papa meninggal, gua sedang membersihkan dan manasin mobil pribadi gua (rutinitas yang biasanya dilakukan oleh Papa). Rencananya ketika rumah baru gua di Antapani City Mas sudah beres dipasang kanopi, mobil ini mau gua pindahkan kesana. Gua duduk di kursi penumpang dan menengok ke kursi stir.

Ingatan gua melayang ketika Papa sedang menyetir sambil bercerita dan gua duduk di sampingnya mendengar cerita dari Papa sambil sesekali menatap keluar.

Mungkin hal itu tidak akan bisa terulang lagi tetapi satu yang pasti gua sangat merindukan Papa hingga detik gua selesai menulis post ini :( :( :(











Gak bakalan dapet sms kayak gini lagi

1 komentar:

Didini Shop mengatakan...

Turut berduka cita ya..8 Feb 2019 kemarin Ayah saya juga wafat. Dan ceritanya hampir mirip, mau dibawa ke RS sampai UGD sudah dinyatakan meninggal dunia. Sekarang sudah mau 1 tahun, tp percayalah semakin lama bukan semakin ringan.