Jumat, 03 Mei 2024

Believe in Miracle

Suatu hari di bulan November 2023.

Gua sedang duduk di sebuah ruang tunggu Rumah Sakit sambil ditemani segelas kopi sachetan. Jam sudah menunjukkan pukul 01:30 dini hari.

Di pojok ruangan gua liat ada seorang Ibu yang sedang sholat tahajud dan di sisi lain ada seorang Ibu yang memegang kalung rosario sedang berdoa Rosario.

Meskipun caranya berbeda namun tapi gua yakin mereka punya satu harapan yaitu kesembuhan untuk saudara atau kerabatnya.

Begitu pun dengan gua yang tidak henti-hentinya berdoa, mendoakan kesembuhan anak satu-satunya yang sedang dalam kondisi kritis di Rumah Sakit.

Ini adalah hari kedua Cody dirawat di Rumah Sakit tepatnya di Boromeus. Cody terkena demam berdarah dan mau gak mau harus diopname tanpa batas waktu.

Aneh memang kok bisa-bisanya si Cody kena DB mengingat mama mertua dan istri orangnya sangat aware dan betul-betul menjaga kebersihan rumah.

Kalau boleh berburuk sangka, kemungkinan besar Cody digigit nyamuk sialan saat dia ditimbang di Posyandu dekat rumah. Letak Posyandu emang bersebelahan dengan kali dan setelah pemeriksaan Posyandu, ada 3 anak yang terkena DB juga.

Dulu waktu gua masih bocil, gua ingat betul ada iklan soal DB di TV. Ciri-cirinya sama persis kayak iklan waktu itu. Demam tinggi terus turun secara drastis, muncul ruam merah di kulit sampai gak mau makan dan nangis terus.

Eh ciri-cirinya sama persis dong kayak si Cody alami. Demam tinggi terus dibawa ke Dokter. Sempat turun eh naik lagi terus rewel dan muncul ruam merah.

Setelah diperiksa lagi di klinik, Dokter langsung bilang Cody harus segera dibawa ke rumah sakit sesegera mungkin.
 
Tanpa babibu, Cody langsung dibawa ke Rumah Sakit Boromeus, tempat Om Dokter praktek.

Dan sesuai dugaan, Cody positif kena DBD dan dia harus segera diopname karena kondisi sudah semakin lemah.

Beruntung kita langsung dapat kamar dan Cody bisa langsung ditangani. Semakin panik saat hasil lab keluar trombosit Cody menyisakan 34.0000 sedangkan normalnya adalah 150.000.

Kondisi Cody semakin menurun karena saat dicek lagi, trombosit Cody tinggal 17.000 dan suster yang berjaga bilang PASTI akan turun lagi.

Suasana semakin chaos, istri dan mertua menangis. Gua pun sebenarnya ingin menangis tapi gua kuat-kuatin deh.

Pikiran gua langsung melayang ke tahun 2019 silam saat Papa meninggal dunia. Kondisinya mirip, gua ada di RS langsung menemani Papa yang tengah berjuang melawan kritisnya.

Ada tangis, ada doa, ada harapan dan ada pelajaran hidup kalau tidak semua apa yang kita mau bisa kita dapat.

Di tengah lamunan gua tetiba suster perawat masuk membawa sebuah monitor (vital sign monitor) dengan banyak kabel menjuntai.

Gua gak tau apa gunanya monitor itu tapi suster yang berjumlah 5 orang terlihat cemas dan panik. Cody mulai dipasangi kabel dan jarinya disayat untuk diambil sample darah.

Cody menangis sejadi-jadinya. Gua merasakan patah hati yang luar biasa. Rasanya sakit hati banget melihat anak satu-satunya disayat seperti itu.


Dulu pernah di acara TV gua nonton acara TV malam yang menampilkan kesakll seorang Ayah yang anaknya sedang menderita sakit.

Sambul bercucuran air mata dia ngomong kalau saya bisa saya ingin menukar tubuh saya supaya saya yang merasakan rasa sakit.

Saat itu gua cuma bergunam 'Halah, bullshit' dan sekarang gua serius kalau beneran bisa gua pengen banget tukeran ama Cody supaya dia gak perlu merasakan sakit lagi disuntik dan disayat

:(

..................................................................

Saat tangan kita lelah untuk berusaha, lipatlah dan berdoalah karena di saat itu kita membiarkan tangan yang lebih kuat untuk menopang kita.

Di saat seperti ini memang yang bisa dilakukan hanya berdoa, memohon kepada Tuhan agar Cody diberi kesembuhan.

Berdoa, berdoa, dan berdoa sambil berharap keajaiban terjadi.

H+2 kondisi Cody masih kritis. Setiap terbangun dari tidur, Cody pasti langsung menangis sejadi-jadinya. Untaian kabel-kabel masih menempel di sekujur tubuh Cody.


Trombosit Cody masih dibawah rata-rata dan Suster yang berjaga sambil berhati-hati berbicara jika trombosit turun terus maka kita harus bersiap dengan kemungkinan terburuk.

Mendengat Suster berbicara seperti itu, wuih rasanya hati seperti disayat-sayat kembali.

Trombosit Cody tercatat masih di kisaran belas ribu jauh di ambang batas normal dan sekarang rasanya tinggak menunggu keajaiban datang.

Saat Cody tertidur, gua harus pulang ke rumah sebentar karena ada barang Cody yang harus dibawa. Selain barang Cody, ada titipan dari istri juga yang harus dibawa.

Di depan gerbang rumah tetiba ada anak tetangga yang sudah menunggu di depan rumah. Ada yang berteriak, "Dede Cody main yuk."

Begitu melihat gua, reaksi pertama mereka adalah bertanya kemana Dede Cody karena tiap sore Cody biasanya dibawa keluar depan rumah.

Duh pertanyaan itu kembali membuat gua bersedih. Definisi main buat mereka pun sebenarnya hanya begini: pegang jari kaki atau tangan Cody sambil nanya "Dedek Cody lagi ngapain?"

Gua jawab Dedek Cody lagi sakit dan gua minta didoakan biar Cody cepat sembuah biar nanti bisa main lagi.

Istri mengabarkan lewat pesan singkat kalau Cody masih tertidur. Kondisinya masih kritis dan Suster meminta kepada yang menjaga Cody untuk tetap waspada, mencatat berapa ml air yang diminun Cody sampai harus menimbang popok Cody setiap harus diganti.

.....................................................

Keajaiban pun datang. Mungkin terlalu berlebihan kalau gua bilang ini keajaiban tapi gua melihatnya sebagai sebuah keajaiban.

Trombosit Cody yang bablas sampai dasar jurang perlahan tapi pasti naik secara drastis.

Naik ke angka 50.000 - 70.000 dan langsung melesat ke angka 100.000. Wajah Cody yang awalnya terlihat lemas kini terlihat membaik meskipun belum bisa dibilang pulih seutuhnya.


Kabel-kabel sialan yang melilit tubuh Cody mulai dilepas dan Dokter bilang kalau fase kritis sudah terlewati. Tetap harus waspada namun setidaknya kita bernafas lega karena fase kritis telah terlewati.

Setelah berhari-hari energy terkuras habis karena memikirkan anak yang sakit rasanya ada kelegaan di dada. Makan pun jadi berasa anak kembali. Pernah kan dalam hidup, kamakan saat sedang banyak pikiran.

Pasti makan pun rasanya hambar dan tidak berasa apa-apa.

Dua hari kemudian, Dokter sudah memberi lampu hijau untuk pulang.

Ada temen gua si Albert a.k.a Ambu yang datang menjenguk. Si Ambu bentar lagi mau menikah dan sambil menepuk pundaknya, gua bilang

"Lu udah siap Mbu kalau misalkan Anak lu suatu hari nanti kritis kek Cody?"

Ambu tidak menjawab dan sepertinya dia tidak siap. Gua pun tidak siap namun mau gak mau harus siap.

..............................................................

6 bulan berlalu semenjak kejadian menakutkan itu.

Usia Cody sekarang sudah 11 bulan dan bulan Juni nanti bakalan berusia 1 tahun.

Pertumbuhan Cody berjalan dengan baik, jarang sakit dan makan gampang.

Tiap Sore, gua selalu menyempatkan diri jalan-jalan menggunakan kursi dorong. Kedekatan antara Ayah dan Anak harus diciptakan semenjak dini. 

Gua belajar banyak dari almarhum Papa yang selalu menyempatkan diri mengajak main saat dia pulang kerja. Gua terkenang moment dimana Sani cilik begitu sabar menunggu Papahnya pulang kerja.

Gua pun akan sangat bahagia jika kelak Cody melakukan hal yang sama seperti apa yang gua lakukan dulu.

Eh btw, ada 1 hal lagi yang sangat gua syukuri saat Cody dirawat di rumah sakit. Gua bersyukir karena diberikan istri yang luar biasa baik dan sabar menjaga Cody saat Cody sakit.

Di satu sisi dia harus membagi pikirannya dengan pekerjaan namun di sisi lain dia harus menunggu Cody yang sedang sakit.


Terima kasih Tuhan sudah diberikan istri yang luar biasa baik dan sabar, jaga terus keluarga kecil kita ini.

Amin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar