Jumat, 20 Agustus 2010
Sekitar 2 tahun yang lalu, persis di Blog ini gua pernah nulis soal keresahan/kebingungan gua soal orang-orang yang doyan menghabiskan waktunya buat ngopi-ngopi di Coffe Shop....
Sebenarnya gak ada masalah sih tapi yang bikin gua bingung itu adalah apa sih yang ngebuat orang hingga rela ngehabisin duit hingga puluhan ribu untuk secangkir kopi dan ngabisin waktunya buat kongkow-kongkow di Coffe Shop itu?
Untuk menjawab pertanyaan itu, sekitar 2 tahun yang lalu gua berusaha menjawab pertanyaan yang ‘aneh’ itu.
Dan setelah gua memesan dan minum kopi itu, yang saya dapat hanya rugi besar karena rasa kopi itu gak jauh beda ama kopi tubruk hitam yang biasa Ibu gua beli di Pasar.
Saat itu, gua berpikir kalau hari itu adalah hari pertama dan (mungkin) terakhir buat gua masuk dan minum kopi di Coffe Shop.
Tapi?
Yang namanya kehendak Yang Diatas itu memang tidak bisa dilawan. Beberapa hari kemarin, gua diajakkin minum di sebuah coffe shop dengan brand yang sudah sangat mendunia, St*rb*ck.
Hm, gua bengong dan mikir bentar. Masak iya sih gua harus hamburin duit buat secangkir kopi hitam? Apalagi gaji belum turun dan sudah banyak tunggakan dimana-mana... Ha..Ha..
Tapi, sebuah tawaran menggiurkan rasanya sulit untuk ditolak. “Tenang aja, san. Gua traktir” itu sebuah tawaran yang rasanya orang BODOH yang bakal nolak.
Gua mencoba untuk tetap cool dan tenang, padahal ini raga sudah seperti di awang-awang karena mau ditraktir...
“Hm, kenapa gak di Exelso aja? Kan lebih enak kopinya?” kata gua dengan nada bijak. Padahal seumur hidup gua belum pernah masuk ke Exelso cuma sering lewat aja.
“Ah, gak enak san. Enakkan di St*rb*ck, lagian gua udah nitip biji kopi disana jadi bisa dapet murah” kata dia bijak.
“Ok, ayu aja” balas gua cool, persis kayak orang yang doyan nongkrong di Coffe Shop.
Setelah dapet parkiran akhirnya kita bertiga (gua, bung Panu eh Banu, dan bung AB) akhirnya sampai ke Coffe Shop yang dimaksud.
Ketika gua melangkah masuk, hati dan raga gua terasa bergetar. Ketika Christopher Columbus pertama kali menemukan benua Amerika yang dilakukannya adalah mencium tanah benua itu, yang pengen gua lakuin ketika menginjakkan kaki di St*rb*ck adalah mencium lantai di cafe ini. Soalnya ini adalah hari bersejarah karena ini kali pertama gua masuk ke coffe shop ini....
Ha...Ha.... Lebay.....
Biar kesannya gak kampungan dan ketauan kalau gua baru pertama kali masuk, gua berlaga layaknya orang yang doyan masuk kesini. Sebelum masuk, gua udah apal-apalin nama kopi yang paling laku disana.
Biar nanti kalau dia nanya, keliatan kalau gua sudah ahli dalam permasalah kopi-per-kopi-an. Jangan sampai kejadian seperti ini terjadi;
“San, kamu mau kopi apa?”
“Saya mau Kopi Tubruk Hitam yang ditumbuk ampe legit banget ya” jawab gua polos.
Kejadian itu gak akan PERNAH terjadi karena ilmu kopi gua sudah lumayan cukup dan kalau misalnya dia nanya:
“San, kamu mau kopi apa?”
Gua bakal jawab: “Hm, kopi Verona boleh atau kalau lu mau yang aromanya lebih tajem bisa nyobain kopi Venesia”
Aduh, keren banget kesannya. Mungkin dia bakal ngira kalau gua sering menghabiskan waktu di tempat ngopi-ngopi seperti ini.
Asoy bener....
Di dalam, gua perhatiin banyak orang yang nampaknya borju yang sedang menghabiskan waktu disini. Ada yang otak atik iPad, ada yang lagi main ular tangga sampai ada muda-mudi yang kerjaannya rangkulan mulu... Uh, bikin iri.
Lanjut,
Ternyata semua perkiraan gua salah karena dia gak nanyain gua mau kopi apaan karena dia udah punya stok biji kopi disana. Setelah ditumbuk sekitar 15-20 menit akhirnya kopi yang harganya mencekik leher (buat gua) ini datang juga.
Mata pun tak sanggup lagi membendung air mata untuk merayakan hari bersejarah ini. Selain mesen kopi dia pun mesen semacan teh gitu. Katanya baik buat badan dan pencernaan. Apalagi temen gua si Banu itu katanya bermasalah dengan pencernaan karena terlalu sering “berlama-lama” di toilet. Ngapain sih kamu Dik Banu?
Dia nuangin sedikit kopi buat gua dan sedikit buat dia. Tata cara minum kopi yang bener adalah ketika tuangan pertama tidak usah banyak-banyak secukupnya saja.
Pas si Banu mau ngembat itu kopi, Bung AB mengajarkan dulu etika minum kopi yang benar. Jangan langsung diminum tapi rasakan aroma yang keluar dari biji kopi yang telah ditumbuk itu.
“Hm, aroma baunya enak banget. Bau coklat halus.” kata dia sambil membaui itu kopi.
“Coba San, kamu cium, Aroma apa yang kamu cium?”
Jujur, gua gak tahu hidung gua kesumbat apaan atau emang hidung gua emang gak berfungsi dengan baik, gua kok nyiumnya kayak Minyak Jelantah yang disimpen di dalam sumur ya? Gua bingung, dia kok bisa bilang bau coklat halus?
Apaan yang coklat halus?
Tapi demi harga diri dan gengsi gua gak bakal bilang kalau yang gua cium adalah aroma minyak jelantah....
“Iya bener, baunya coklat murni. Enak banget aromanya nih” kata gua ngebokis abis.
Setelah membaui, dia mulai minum seteguk demi seteguk dan berujar “Enak banget rasanya!” dengan mata berbinar.
Gua pun gak mau kalah dari dia. Dengan gaya eksekutif muda yang doyan minum di coffe shop, gua mulai minum itu kopi....
Seteguk demi seteguk, gua mulai minum itu kopi dan mencoba merasakan kehangatan kopi itu yang bergumul di lidah.
Sluuuupppppp............... Hm, gua rasain dulu itu kopi dan gua
GAK BOONG tapi SUMPAH rasanya pahit banget kayak JAHE campur UBI Cilembu. Gua pengen banget muntahin itu kopi pahit dari mulut gua ke ember yang ada di depan gua tapi rasa gengsi gua mengalahkan segalanya.
Pahitnya lidahku ini
Sambil tahan nafas, gua mencoba nelen itu kopi setan. Tapi rasa pahitnya itu masih aja gak mau ilang. Kalau boleh milih, gua lebih milih nelen jangkrik dibanding nelen ini kopi.
“Gimana, San?” tanya dia tanpa curiga kalau sebenarnya gua lagi nahan rasa pahit yang sangat.
“Hm, sedikit pahit ya? But overall, pas” kata gua ngesok padahal yang bener bukan sedikit pahit tapi SANGAT pahit.
“Iya yang ini masih BOLD kalau biasanya sih gua yang extra BOLD” kata dia. Gua mikir dalam hati, anj*r yang BOLD aja paitnya aja udah kayak setan gimana yang Extra?
Dia tersenyum dan sepertinya dia termakan kibulan maut gua. Gak berapa lama, gua izin ke WC. Nyampainya di WC yang gua lakuin adalah:
1. Ambil tisu
2. Basahin pake air keran
3. Terus elap itu lidah gua yang rasa pahitnya gak ketulungan.
Aduh, nasib. Ditraktir kok malah nyiksa lidah gini. Mending gak usah deh ditraktir kalau modelnya kayak gini.
Setelah beres ngelap lidah, gua kembali ke sofa tempat gua duduk. Setelah mencoba kopi pahit itu kini giliran teh mint yang gua cobain...
Sekilasnya bentuknya kayak air kencing karena warnanya yang kuning pekat mirip air pipis. Uhuk, gua batuk bentar biar kesannya berwibawa dan gua mulai minum teh itu.
“Cobain San, ini teh rasanya enak banget. Ada rasa mint-mint nya gitu” kata dia sambil memperhartiin gua minum.
Gua minum bentar dan kok rasanya gini banget ya? Rasanya sulit untuk dideskripsikan. Apalagi gara-gara warnanya yang kuning itu, gua jadi berasa mimun air pipis tetangga gua yang masih bocah.
“Hm, enak. Terasa ya daun mintnya” kata gua (kembali) ngibul sambil minum seteguk demi seteguk itu teh.
Pun setelah gua tambahin gula ampe 2 sachet, itu rasa itu kopi ama teh gak ilang-ilang pahitnya. Entah lidah gua yang kampung atau emang yang bikinnya salah, kecampur ama jahe pas numbuknya.
Gua perhatiin harganya, kopi yang gua minum harganya 95rb dan teh kuning mirip pipis itu harganya 45rb. Gile itu harga, gak ketulungan. Seharga ayam satu ekor di deket rumah gua.
Setelah menyelesaikan hari yang melelahkan ini, gua duduk sebentar. Ganti baju dan buka sepatu. Gua ambil satu sachet kopi yang biasa bokap gua minum terus dituang ke dalam gelas dan campur pake air panas, Sambil duduk di deket jendela, gua minum itu kopi dan
ini kopi rasanya JAUH lebih enak (dan JAUH lebih manis) dibanding kopi setan yang tadi siang gua minum.
Sebenarnya gak ada masalah sih tapi yang bikin gua bingung itu adalah apa sih yang ngebuat orang hingga rela ngehabisin duit hingga puluhan ribu untuk secangkir kopi dan ngabisin waktunya buat kongkow-kongkow di Coffe Shop itu?
Untuk menjawab pertanyaan itu, sekitar 2 tahun yang lalu gua berusaha menjawab pertanyaan yang ‘aneh’ itu.
Dan setelah gua memesan dan minum kopi itu, yang saya dapat hanya rugi besar karena rasa kopi itu gak jauh beda ama kopi tubruk hitam yang biasa Ibu gua beli di Pasar.
Saat itu, gua berpikir kalau hari itu adalah hari pertama dan (mungkin) terakhir buat gua masuk dan minum kopi di Coffe Shop.
Tapi?
Yang namanya kehendak Yang Diatas itu memang tidak bisa dilawan. Beberapa hari kemarin, gua diajakkin minum di sebuah coffe shop dengan brand yang sudah sangat mendunia, St*rb*ck.
Hm, gua bengong dan mikir bentar. Masak iya sih gua harus hamburin duit buat secangkir kopi hitam? Apalagi gaji belum turun dan sudah banyak tunggakan dimana-mana... Ha..Ha..
Tapi, sebuah tawaran menggiurkan rasanya sulit untuk ditolak. “Tenang aja, san. Gua traktir” itu sebuah tawaran yang rasanya orang BODOH yang bakal nolak.
Gua mencoba untuk tetap cool dan tenang, padahal ini raga sudah seperti di awang-awang karena mau ditraktir...
“Hm, kenapa gak di Exelso aja? Kan lebih enak kopinya?” kata gua dengan nada bijak. Padahal seumur hidup gua belum pernah masuk ke Exelso cuma sering lewat aja.
“Ah, gak enak san. Enakkan di St*rb*ck, lagian gua udah nitip biji kopi disana jadi bisa dapet murah” kata dia bijak.
“Ok, ayu aja” balas gua cool, persis kayak orang yang doyan nongkrong di Coffe Shop.
Setelah dapet parkiran akhirnya kita bertiga (gua, bung Panu eh Banu, dan bung AB) akhirnya sampai ke Coffe Shop yang dimaksud.
Ketika gua melangkah masuk, hati dan raga gua terasa bergetar. Ketika Christopher Columbus pertama kali menemukan benua Amerika yang dilakukannya adalah mencium tanah benua itu, yang pengen gua lakuin ketika menginjakkan kaki di St*rb*ck adalah mencium lantai di cafe ini. Soalnya ini adalah hari bersejarah karena ini kali pertama gua masuk ke coffe shop ini....
Ha...Ha.... Lebay.....
Biar kesannya gak kampungan dan ketauan kalau gua baru pertama kali masuk, gua berlaga layaknya orang yang doyan masuk kesini. Sebelum masuk, gua udah apal-apalin nama kopi yang paling laku disana.
Biar nanti kalau dia nanya, keliatan kalau gua sudah ahli dalam permasalah kopi-per-kopi-an. Jangan sampai kejadian seperti ini terjadi;
“San, kamu mau kopi apa?”
“Saya mau Kopi Tubruk Hitam yang ditumbuk ampe legit banget ya” jawab gua polos.
Kejadian itu gak akan PERNAH terjadi karena ilmu kopi gua sudah lumayan cukup dan kalau misalnya dia nanya:
“San, kamu mau kopi apa?”
Gua bakal jawab: “Hm, kopi Verona boleh atau kalau lu mau yang aromanya lebih tajem bisa nyobain kopi Venesia”
Aduh, keren banget kesannya. Mungkin dia bakal ngira kalau gua sering menghabiskan waktu di tempat ngopi-ngopi seperti ini.
Asoy bener....
Di dalam, gua perhatiin banyak orang yang nampaknya borju yang sedang menghabiskan waktu disini. Ada yang otak atik iPad, ada yang lagi main ular tangga sampai ada muda-mudi yang kerjaannya rangkulan mulu... Uh, bikin iri.
Lanjut,
Ternyata semua perkiraan gua salah karena dia gak nanyain gua mau kopi apaan karena dia udah punya stok biji kopi disana. Setelah ditumbuk sekitar 15-20 menit akhirnya kopi yang harganya mencekik leher (buat gua) ini datang juga.
Mata pun tak sanggup lagi membendung air mata untuk merayakan hari bersejarah ini. Selain mesen kopi dia pun mesen semacan teh gitu. Katanya baik buat badan dan pencernaan. Apalagi temen gua si Banu itu katanya bermasalah dengan pencernaan karena terlalu sering “berlama-lama” di toilet. Ngapain sih kamu Dik Banu?
Dia nuangin sedikit kopi buat gua dan sedikit buat dia. Tata cara minum kopi yang bener adalah ketika tuangan pertama tidak usah banyak-banyak secukupnya saja.
Pas si Banu mau ngembat itu kopi, Bung AB mengajarkan dulu etika minum kopi yang benar. Jangan langsung diminum tapi rasakan aroma yang keluar dari biji kopi yang telah ditumbuk itu.
“Hm, aroma baunya enak banget. Bau coklat halus.” kata dia sambil membaui itu kopi.
“Coba San, kamu cium, Aroma apa yang kamu cium?”
Jujur, gua gak tahu hidung gua kesumbat apaan atau emang hidung gua emang gak berfungsi dengan baik, gua kok nyiumnya kayak Minyak Jelantah yang disimpen di dalam sumur ya? Gua bingung, dia kok bisa bilang bau coklat halus?
Apaan yang coklat halus?
Tapi demi harga diri dan gengsi gua gak bakal bilang kalau yang gua cium adalah aroma minyak jelantah....
“Iya bener, baunya coklat murni. Enak banget aromanya nih” kata gua ngebokis abis.
Setelah membaui, dia mulai minum seteguk demi seteguk dan berujar “Enak banget rasanya!” dengan mata berbinar.
Gua pun gak mau kalah dari dia. Dengan gaya eksekutif muda yang doyan minum di coffe shop, gua mulai minum itu kopi....
Seteguk demi seteguk, gua mulai minum itu kopi dan mencoba merasakan kehangatan kopi itu yang bergumul di lidah.
Sluuuupppppp............... Hm, gua rasain dulu itu kopi dan gua
GAK BOONG tapi SUMPAH rasanya pahit banget kayak JAHE campur UBI Cilembu. Gua pengen banget muntahin itu kopi pahit dari mulut gua ke ember yang ada di depan gua tapi rasa gengsi gua mengalahkan segalanya.
Pahitnya lidahku ini
Sambil tahan nafas, gua mencoba nelen itu kopi setan. Tapi rasa pahitnya itu masih aja gak mau ilang. Kalau boleh milih, gua lebih milih nelen jangkrik dibanding nelen ini kopi.
“Gimana, San?” tanya dia tanpa curiga kalau sebenarnya gua lagi nahan rasa pahit yang sangat.
“Hm, sedikit pahit ya? But overall, pas” kata gua ngesok padahal yang bener bukan sedikit pahit tapi SANGAT pahit.
“Iya yang ini masih BOLD kalau biasanya sih gua yang extra BOLD” kata dia. Gua mikir dalam hati, anj*r yang BOLD aja paitnya aja udah kayak setan gimana yang Extra?
Dia tersenyum dan sepertinya dia termakan kibulan maut gua. Gak berapa lama, gua izin ke WC. Nyampainya di WC yang gua lakuin adalah:
1. Ambil tisu
2. Basahin pake air keran
3. Terus elap itu lidah gua yang rasa pahitnya gak ketulungan.
Aduh, nasib. Ditraktir kok malah nyiksa lidah gini. Mending gak usah deh ditraktir kalau modelnya kayak gini.
Setelah beres ngelap lidah, gua kembali ke sofa tempat gua duduk. Setelah mencoba kopi pahit itu kini giliran teh mint yang gua cobain...
Sekilasnya bentuknya kayak air kencing karena warnanya yang kuning pekat mirip air pipis. Uhuk, gua batuk bentar biar kesannya berwibawa dan gua mulai minum teh itu.
“Cobain San, ini teh rasanya enak banget. Ada rasa mint-mint nya gitu” kata dia sambil memperhartiin gua minum.
Gua minum bentar dan kok rasanya gini banget ya? Rasanya sulit untuk dideskripsikan. Apalagi gara-gara warnanya yang kuning itu, gua jadi berasa mimun air pipis tetangga gua yang masih bocah.
“Hm, enak. Terasa ya daun mintnya” kata gua (kembali) ngibul sambil minum seteguk demi seteguk itu teh.
Pun setelah gua tambahin gula ampe 2 sachet, itu rasa itu kopi ama teh gak ilang-ilang pahitnya. Entah lidah gua yang kampung atau emang yang bikinnya salah, kecampur ama jahe pas numbuknya.
Gua perhatiin harganya, kopi yang gua minum harganya 95rb dan teh kuning mirip pipis itu harganya 45rb. Gile itu harga, gak ketulungan. Seharga ayam satu ekor di deket rumah gua.
Setelah menyelesaikan hari yang melelahkan ini, gua duduk sebentar. Ganti baju dan buka sepatu. Gua ambil satu sachet kopi yang biasa bokap gua minum terus dituang ke dalam gelas dan campur pake air panas, Sambil duduk di deket jendela, gua minum itu kopi dan
ini kopi rasanya JAUH lebih enak (dan JAUH lebih manis) dibanding kopi setan yang tadi siang gua minum.
Jumat, 13 Agustus 2010
Sekarang yang namanya cari kerja itu emang susah banget. Temen-temen gua yang kebetulan langsung cari kerja setelah lulus sekolah, curhat ke gua tentang susahnya cari kerja...
Untuk kasus ini, gua masih bisa bersyukur karena walau kerjaan gua cukup membuat kepala puyeng tapi lumayanlah duitnya bisa dipake buat hura-hura dan jajan siomay di depan rumah... He..he...
Ada tetangga gua yang curhat kalau supaya diterima masuk kerja dia harus mampu ngejual pesawat telpon 10 buah dalam sehari.
Gua mikir, buat beli kecap, gula, kopi aja orang udah mikir, lah ini disuruh beli pesawat telpon.
Sambil cerita, dia sibuk nyari lowongan kerja di internet. Gua duduk santai di sampingnya main gitar sambil sibuk berdendang lagu-lagu melayu masa kini.
Gak berapa lama, dia nepok tangan gua dan nunjukkin lowongan iklan judulnya “Dicari Remaja berusia 15-17 tahun berpenampilan menarik dan bisa berakting. Segera kirimkan CV ke alamat ini. Langsung casting dan dijamin jadi artis terkenal!”
Mata dia sungguh berbinar dan sambil senyum dia ngomong “Itu kan GUA BANGET!”
Gw:....................
Belum juga lamaran dikasihin, dia udah promosi ke tetangga-tetangga yang lain. Dia promosi gini “Eh nanti, liat saya di tivi ya. Saya mau dicasting buat ikutan sinetron”. Bah, ngebokis abis wong asting aja belum.
Dulu, pernah ada tetangga gua yang pernah jadi model video clip lagu dangdut gitu. Belum juga tampil, promosinya udah gila-gilaan. Dia ngomong ke semua tetangga kalau hari itu dia bakal tampil.
Bahkan di rumahnya diadain acara nonton bareng. Biar kesannya ‘wah’ disediakan juga aneka camilan kayak kacang, kurma, teh manis. Udah berasa mirip nonton bareng Piala Dunia.
Penasaran gak penasaran gua juga jadi beneran penasaran pengen ngeliat aksi dia. Gua udah stand bye di depan tipi. Katanya sih dia nongolnya sekitar jam 7 malam di acara dangdut gitu.
Setelah menunggu lama dengan menahan kuping yang perih gara-gara gak terbiasa ngedengerin lagu dangdut, tetangga gua itu (akhirnya) MUNCUL...
Dia tersenyum sebentar sambil mamerin giginya, melambai sebentar, menggoyangkan pinggul ke kanan dan ke kiri dan selesai.
Hah, apaan itu?
Gua bengong bentar, mencoba memahami maksud kehadirannya di video clip itu. Gua liat jam, kemunculannya gak lebih dari 3 detik! Sedangkan buat nungguin dia tampil selama 3 detik itu gua nungguin hampir 1 jam!
Samar-samar gua ngedenger tetangga gua itu teriak-teriak. “Itu saya, itu saya. Saya jadi artis!” teriak dia histeris kayak kesurupan roh nenek tanpa kepala.
Gua cuma bisa geleng-geleng kepala dan mulut pun seolah terkunci buat berkomentar.
Lanjut,
Setelah tetangga gua beres nyiapin CV buat ngelengkapin syarat jadi artis, dia minta dianterin buat difoto di salah satu studio deket rumah. Dia bongkar-bongkar lemari nyari baju yang bagus...
Dia mutusin pake jaket kulit, kaca mata hitam dipadu dengan celana skinny campur boxer polkadot warna bintik-bintik pink.
Sumpah, gayanya alay abis. Gak cocok gak jadi artis sinetron, cocoknya jadi petugas catering di lokasi syuting yang tugasnya ngambilin piring artis.
Setelah beberapa kali jepret foto dan selesai dicetak, dia berencana mau langsung bawa poto dan CV nya itu ke pihak agensi yang masang iklan.
“San, anter yu” kata dia sambil memelas.
Awalnya gua sama sekali gak ada niat buat ikut karena banyak kerjaan yang belum selesai dikerjain.
Tapi?
Gua inget, yang namanya agensi itu PASTI banyak cewek-cewek remaja dengan paras muka yang ayu buat ikutan casting.
Masak hal seperti ini harus dilewatkan begitu saja? Jelas GAK karena sesuai pepatah kuno, dimana ada cewek manis PASTI gua ada disana.
Tanpa pikir panjang, gua langsung mengiyakan tawaran itu. Tempatnya cukup jauh harus 3x ganti angkot nyambung naik bus.
Setelah nanya tukang ojek akhirnya kita nemuin kantor agen itu. Bentuknya kayak ruko dan tanpa plang nama.
Gua bengong? Apa bener itu kantor agensi? Kok masih bagusan warteg depan rumah gua ya? Tetangga gua itu memberanikan diri buat nanya ke orang yang kebetulan lagi berdiri di depan kantor itu “Selamat siang, apa bener ini kantor agensi artis x?”
“Oh ya bener, mari masuk” kata pria separuh baya yang tampangnya sekilas mirip si Udin Sedunia.
Setelah dipersilahkan masuk, temen gua lalu terlibat pembicaraan dengan staff tadi. Sedangkan gua lebih miih duduk di sofa sambil celingak-celinguk, sapa tau berpapasan ama gadis-gadis manis yang mau diorbitin.
“Mas, mau ikut casting juga?” tanya seorang staff lain yang kebetulan melintas di depan gua. Orangnya gendut dan botak.
“Oh, gak. Cuma nganterin temen aja” balas gua dengan gaya cool sambil mainin bolpen.
“Saya lihat mas cocok juga nih jadi artis sinetron” kata dia lagi sambil ngeliatin gua dari ujung kepala ampe ujung kaki.
Jujur, pas dia ngomong gitu entah kenapa gua jadi geer sendiri. Apa dia ngeliat tampang gua cocok buat dijadiin artis? Apa raut muka gua seperti karakter Baim Wong di sinetron “Sejuta Cinta untuk Marshanda” atau Dude Harlino di sinetron “Ketika Cinta Bertasbih?”
“Ah, bisa aja si mas. Gak lah, saya cuma nganterin temen aja” kata gua sambil tetep bergaya cool padahal ini badan udah berasa di surga gara-gara dipuji.
“Kebetulan kami lagi nyari orang buat ngisi salah satu karakter di sinetron terbaru nanti. Saya pikir cocok nih ama mas.” rayu dia persis kayak rayuan tukang jepit rambut pas ngerayu anak-anak bocah buat beli.
Pas dia ngomong gitu, entah kenapa gua jadi (sangat) tertarik buat baca naskah dan liat karakter yang (menurut dia) pas buat gua. Apakah tampang gua ini cocok untuk karakter hero atau protagonis yang di endingnya bakal nikah ama karakter utama si cewek?
Gua GAK BAKAL mau kalau disuruh tampil di sinetron tapi kerjaanya cuma ngangguk-ngangguk doang. Pernah ada temen SMA gua yang (katanya) artis sinetron. Pas gua tonton sinetronnya, ternyata scene dia cuma nongol bentar sambil ngomong “Bos, ada yang cari masalah ama kita!” sambil ngangguk-ngangguk terus pergi. Dan ampe itu sinetron tamat dia gak pernah nongol lagi.
Apaan itu?
“Boleh saya liat naskahnya? Saya mau lihat pendalaman karakternya?” tanya gua sambil pasang mimik penasaran.
“Boleh-boleh. Saya rasa kamu pas banget buat memeranin karakter A.” jawab dia.
Gua baca-baca bentar sambil penasaran nyari karakter A itu gimana sifat dan adegannya. Setelah bolak-balik bentar, gua nemuin naskah yang ada dialognya dan berhubungan dengan si karakter A. Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul di kepala gua, apakah karakter A itu seorang yang rupawan dan menjadi sentral cerita di sinetron itu? Gua sih maunya, karakter A itu adalah karakter jagoan, penolong, dan (uhuk) rupawan.
Sambil konsentrasi gua baca dialog si karakter A dengan seksama.
Karakter A: “Non, mau kemana? Sini Abang temenin.”
Cewek : “Ih, apaan sih!”
Karakter A: “Ah si enon, sini main ama abang ah”
Sesaat setelah gua baca naskah itu, gua bengong bentar dan
gua shock, ternyata karakter A yang katanya cocok ama gua itu ternyata karakter penjahat bertampang mesum yang doyan ngegodain cewek dan parahnya setelah bolak balik naskah sinetron itu, si karakter A itu cuma tampil secuil, cuma di adegan itu doang.
Apakah tampang gua itu emang mirip ama om-om mesum yang senang mencari hiburan di jalan ya? Sialan tuh orang, udah nyamain gua ama karakter penjahat kayak gitu.
“Hm, gak lah mas. Saya punya kesibukkan sendiri” kata gua cool padahal ini kaki udah gatel kepengen nendang bokong tuh orang.
“Coba dipikir lagi. Gak pengen jadi artis nih?” bujuk dia sambil setengah memaksa
“Gak mas, beneran saya gak bisa. Mungkin lain kali aja ya” kata gua sambil berlalu. Masih bete gua disamain ama om mesum.
Sambil nungguin temen gua yang masih diwawancara, gua perhatiin ini kantor. Bentuknya sangat tidak menunjukkan ini kantor agensi. Di pojok kanan, gua perhatiin ada tumpukkan mangkok bekas mie yang kayaknya udah seminggu disana.
Sungguh, lebih pantes gua bilang sebagai gudang tempat nimbun elpiji 3kg dibanding kantor agensi artis.
“San, lu ada duit 500rb gak? Gua butuh banget nih” tiba-tiba tetangga gua itu nepok punggung gua yang ngebuat semua lamunan gua hilang seketika
“500rb? Buat apaan?” tanya gua heran. Apa dia mecahin guci si staff terus si staff minta ganti rugi?
“Katanya untuk latihan casting harus bayar 500rb dulu buat administrasi. Terus kalau udah bayar, bisa langsung ikutan main di sinetron.” kata dia menggebu-gebu
Wah, udah gak bener ini. Apaan tiba-tiba bayar 500rb, gua sudah menangkap sinyal gak beres. Dibanding urusannya bakal panjang, gua langsung berbisik ke tetangga gua itu buat langsung cabut.
Gimana kalau tiba-tiba gua dan dia bakal dibius. Dan pas sadar, gua dalam kondisi tangan dan kaki sudah terikat? Hiiii, takut....
“Gimana? Kalau sekarang uangnya belum ada kami bisa menunggu sampai besok. Untuk sekarang cukup bayar Rp 20rb saja untuk uang materai” kata si staff agen sambil nepok punggung tetangga gua.
“Aduh Pak, saya cuma ada uang 10rb. Untuk ongkos aja nih” kata tetangga gua.
Dan bukannya kasihan, eh si staff itu masih juga ngembat itu duit ceban. Setelah pamit pulang, si staff memastikan agar tetangga gua besok datang lagi dengan membawa uang 500rb itu.
Untung gua bawa duit lebih kalau gak, tetangga gua itu bakal muyung jalan kaki buat pulang. Di jalan, gua jelasin kalau dia itu D.I.T.I.P.U. Karena dimana-mana gak ada audisi/casting yang malah harus nyetorin duit ke pihak agen.
“Iya gitu” tanya dia sambil diselingi keraguan akan perkataan gua.
Tapi, gak tau dia emang udah lupa diri atau saking kebeletnya jadi artis dia seolah gak ngedenger apa yang udah gua omongin. Dia tetep percaya dengan ngasih uang 500rb impian dia jadi artis bakal segera terwujud.
Ibunya sampai utang sana-sini biar dapetin tuh duit dan setelah dapet utangan dari Pegadaian dengan muka sumringah dia langsung bayarin tuh duit 500rb keesokan harinya.
Setelah bayar, dia dijanjikan bakal nongol di sinetron x sebagai karakter pembantu utama. Kantor agen itu janji bakal segera ngehubungi tetangga gua itu via telepon dan sms buat segera syuting dengan honor yang menggiurkan....
Besoknya, waktu gua lagi online dan buka akun facebook pribadi, ada undangan yang masuk ke FB gua. Gua diundang buat nge-like pages yang sengaja dibuat ama tetangga gua. Nama pages-nya cukup bikin gua nyengir Gerakan 1.000.000 facebookers mendukung Fahri Riyadi (nama disamarkan) menjadi artis sinetron, lengkap dengan foto alay dia dengan bibir dimanyun-manyunin.
Gua cuma bisa geleng-geleng kepala sambil cengar-cengir sendirian. Iseng-iseng gua sms dia, nanyain apa hari ini dia udah dihubungin ama pihak agensi apa belum. "Mungkin besok kali ya de" isi sms dia.
Tetapi setelah hari itu,
1 Minggu lewat, (belum) ada kabar
1 Bulan lewat, (belum) juga ada panggilan
6 Bulan lewat, (belum) ada ajakkan buat casting
Dan sekarang, tepat 1 tahun berlalu berlalu belum juga ada panggilan buat syuting itu...
Selasa, 03 Agustus 2010
Gua sekarang dalam posisi berdiri sambil ngeliatin bintang yang bertebaran di langit, gua gak tau gua ada dimana sekarang. Gua nengok ke kiri gak ada orang, gua nengok ke kanan juga gak ada orang.
Apakah gua diculik? Dan orang yang menculik gua ternyata sudah minta tebusan ke orang tua gua?
Tanpa gua sadar, ada seorang wanita yang tiba-tiba meluk gua dari belakang erat banget. Gua bisa merasakan itu adalah sebuah pelukan tulus, penuh kasih sayang.
Gua nengok bentar ke muka dia dan ternyata doi adalah MANTAN gua. Ini gak mungkin karena sudah 5 tahun sejak putus ama dia, gua gak pernah ketemu dia. Gua terkejut, sambil menghela nafas bentar gua coba buat berpikir: “Sekarang gua ada dimana? Kenapa mantan gua ada disini? Kenapa dia meluk gua? Apa mungkin dia bakal minta gua buat ngawininin dia?”
Semuanya terasa absurd dan secara perlahan dia lepas pelukannya yang erat itu. Dia pegang tangan gua dan saat itu yang gua arepin adalah ini semua kenyataan yang tidak akan pernah berkesudahan.
5 menit, 10 menit berlanjut gua bisa merasakan semua kehangat itu.
Tapi?
Gak ada angin, gak ada badai tiba-tiba gua ngedenger ada orang ngomong kenceng banget “Ya Krisdayanti telah resmi berpacaran dan mereka tidak malu lagi untuk menunjukkan kemesraan mereka.”
Lah kok tiba-tiba ada berita soal KD? Tiba-tiba gua merasa terserap langit dan
gua buka mata sebentar dan di depan gua persis nyokap gua lagi nyalain Acara Gosip yang beritanya soal si KD ama Raul Lemos.
Ternyata itu semua hanya mimpi. Kampret.
Sadar gak sadar, gua (atau mungkin kalian) sering berada di dunia yang berbeda. Iya, kita memang hidup di satu dunia tetapi kita sering hidup di dunia yang ‘berbeda’.
Gua pun sering ngalamin hal seperti ini, salah satu tetangga gua yang masih kecil dan (katanya) autis sering ngomong sendiri dan seolah punya ‘dunia’ sendiri.
Kalau dia lagi jajan, dia pasti beli semuanya 2 buah. Misalnya dia jajan coki-coki pasti belinya dua. Kalau dia jajan tempura yang gopean dia pasti belinya dua ampe ada tukang balon Doraemon juga dia pasti belinya dua. Kalau ada yang nanya dia bakal jawab gini: “Itu kan buat temen yang ada di sebelah gua”
Gua pun merinding karena di sebelah dia gak ada siapa-siapa, adanya cuma tukang gulali doang.
Sebisa mungkin, gua bakal jaga jarak ama dia karena gua takut. Ya, takut aja kalau dikenalin ama temennya yang ‘halus’ itu. Tapi sialnya, selalu aja ada anak kecil dari yang nakalnya kayak setan ampe yang ingusan selalu mendekat ke arah gua.
Pas pagi-pagi keluar mau beli nasi uduk, anak kecil pasti teriak “Heiyyyyyyy” sambil senyum ke gua. Biar gua dicap sebagai cowok manja (?) yang dekat dengan anak-anak gua pasti bales dengan senyuman tulus dan dadahin tuh anak....
Walau gua gak kenal...
Dan apa yang gua takutin itu datang juga, ketika gua baru pulang beli sate di depan jalan, anak itu datang nyamperin gua dan megang tangan gua....
Suasana sudah malam dan udaranya terasa begitu menusuk tulang....
Aduh, ini gua mau diapain ya? Takut.....
“Kak, kenalin temen aku” kata dia sambil nunjuk ‘seseorang’ yang ada di sebelahnya.
Gua kucek mata sebentar dan suer gua gak liat siapa-siapa. Gua bingung, kalau gua bilang gak liat siapa-siapa nanti gua dikira remaja penghancur mimpi anak-anak. Kalau gua akting ngeliat temen dia, ntar gua disangka autis beneran ama emak-emak yang ada disitu.
Gua mikir bentar, akhirnya gua ambil opsi ke 2 karena gua gak mau dia ngira gua sebagai remaja penghancur mimpi anak-anak. Sambil garuk-garuk kepala, gua bilang “Oh ya, temen kamu cakep ya, siapa namanya?”
“Kok cakep, dia kan cewek” kata dia sambil menatap gua tajam
Mampus, ini nih akibat kalau sok iye. Gua tetep stay cool dan jawab kalau gua cuma bercanda, gak berapa lama dia bilang gini:
“Kak, di atas kakak ada temen aku, bentuknya kayak Hulk Hijau”
Gua nengok ke atas dan tepat di depan gua ada rumah yang sudah gak ada yang nempatin. Terus Hulk Hijau itu apaan? Masak ada Hulk ada di kampung gua? Mau ngapain Hulk disini? Mau cari istri?
“Gimana bentuknya si Hulk Hijau?” tanya gua dengan mimik penasaran.
“Bentuknya gede, banyak bulunya. Warnanya hijau, giginya panjang-panjang!”cerita dia polos sambil merunutkan bentuk Hulk versi dia.
Badan gede, warna hijau, buluan, gigi panjang? Ah setau gua si hulk gak buluan karena bulunya selalu dicukur tiap pagi terus giginya gak panjang-panjang karena rajin digosok.
Gua masih mikir, terus entah kenapa gua malah kepikiran GENDERUWO?
Anjis, gua (sangat) yakin itu GENDERUWO karena bentuk si genderuwo emang kayak gitu! Tiba-tiba gua merasa parno dan kepengen ngompol. Gua inget kalau lagi maen bulutangkis di depan rumah terus kalau kok-nya nyangkut di genteng itu, sering gua sodok-sodok pake sapu lidi. Apakah sodokan gua ternyata kena kepalanya si Genderuwo terus dia dendan ama gua?
“Kenapa kak” tanya si anak polos. Mungkin dia heran ngeliat rupa gua yang awalnya rupawan tiba-tiba jadi ciut mirip ama maling celana dalam yang baru ketangkep.
“Gak kenapa-kenapa. Pokoknya kalau ada temen kamu yang lain mau HULK Hijau-lah, atau Wiro Sableng nanti gak usah diomong-omongin lagi ya?” gua mencoba mengintimidasi si bocah.
“Iya, tapi di deket kak ad............” Sebelum dia nyelesein kalimatnya itu, gua langsung kabur masuk rumah. Tutup pintu rapet-rapet dan berdoa supaya gak ketemu tuh bocah.
Gua pun jadi teringat pas jaman SD, sempet terjadi keheboham soal Mr Gepeng. Katanya di WC sekolah gua ada yang ngejagain, bentuknya gepeng makannya dipanggil Mr Gepeng. Kalau mau ketemu dia caranya ketuk pintu 2x, mundur 2 langkah, buka pintu dan taratarataratara
Mr Gepeng sudah menunggu di depan pintu. (Katanya) dia bakal nanya gini “Kamu sebutin barang apa yang kamu mau tapi kamu harus punya tumbal dari keluarga atau temen kamu!”
(Katanya) ada temen gua yang ngelakuin ritual di atas dan beneran ketemu ama si Mr Gepeng. Terus (katanya) dia minta maenan tank baja ke Mr Gepeng dan ketika Mr Gepeng minta tumbal, dia nyebut nama temen sekelasnya.
Dan, entah kenapa gua tuh yakin banget kalau temen yang dijadiin tumbal tuh gua secara gua dulu sering ngejek dia.
Selama seminggu gua dilingkupi rasa ketakutan yang luar biasa, tiap mandi gua selalu -buka pintu gede-gede. Maksudnya kalau-kalau si Mr Gepeng mau nangkep gua, gua bisa langsung ngacir ke nyokap gua. Gua rela selama gua mandi, semua aktivitas gua pas mandi bisa diliat nyokap atau bokap gua.
Gua gak peduli, yang penting gua gak bakal diculik ama mr Gepeng.
Ah, setelah pikiran gua udah waras ternyata cerita-cerita soal Mr Gepeng dan sebagainya itu hanya bualan anak-anak saja.
Sial...........
Dunia yang ‘berbeda’ juga pernah gua temuin waktu pacaran dulu. Gua gak suka tempat yang crowded dan entah kenapa gua ngerasa gak nyaman kalau udah menginjakkan kaki di tempat seperti itu.
Jujur, gua takut banget diciumin ama Ibu-Ibu yang ada disitu.
Beda ama dia yang kayaknya suka banget tempat yang banyak orang. Tempat dugem-lah, ampe tempat maen bilyar-lah.
Dulu, dia sering banget ngajakkin gua maen bilyar yang selalu gua jawab dengan gelengan kepala pertanda penolakkan. Dulu nyokap gua pernah wanti-wanti gini “Awas ya kalau Mama tau kamu main bilyar! Gak usah pulang!”
Gua inget banget, kalimat itu diucapin waktu gua masih kelas 2 SMP dan hingga sekarang larangan itu seolah terpatri di otak gua. Gua takut nanti gua maen bilyar terus akhirnya gua gak boleh pulang. Mau tidur dimana gua? Masak gua harus tidur di depan Bengkel punya temen gua si Dedi yang pelitnya kayak Lucifer itu?
Akhirnya, hingga sekarang gua lebih suka maen kelereng aja tiap sore ama tetangga g di depan rumah. Toh ama bilyar gak jauh beda sama-sama nyodok bola ini.
Dunia yang berbeda juga bisa gua rasakan kalau lagi pergi main ama temen-temen gua yang tajir. Satu kali gua pergi main ama temen gua yang kebetulan tajir dan jujur gua (sangat) keteteran buat ngikutin gaya main dia.
Pas lagi asyik-asyiknya jalan dia langsung ngajakkin nonton seolah tanpa beban. Beda ama gua yang ketika mau nonton sudah diatur dulu waktu dan jamnya biar bisa disesuaikan dulu ama kantong.
Untung gua masih ada tiket gratis yang gua dapet dari tulisan gua, dan untuk saat ini gua masih bisa ngikutin gaya dia. Selesai nonton, dia ngajakkin makan. Gua sih gak masalah tapi (sialnya) dia ngajakkin makan di tempat yang mahal yang cocok buat dijadiin tempat kawinan.
Bukan berarti gua gak mampu buat bayar tapi setelah tau susahnya dapet duit gua sekarang lebih berhati-hati dan selektif buat ngeluarin duit.
Dan kebetulan di sebelah gua ada temen gua yang sudah bisa ditebak keadaan dompetnya nya, si Banu dan Dedi. Setelah bisik-bisik bentar, bung Dedi membawa uang (hanya) Rp 20rb di dompetnya dan Bung Banu (hanya) membawa uang 4rb di kantungnya,
Dan gua nengok ke dompet, ternyata hanya bawa duit 14.500 di dompet. Harusnya Rp 15rb tapi 500 nya gua pake buat jajan cilok.
Glek, gua cuma bisa nahan ludah. Bisa aja sih gua ngambil duit di ATM tapi gua tetep gak rela buat ngeluarin duit banyak-banyak apalagi gua masih utang beras ke warung deket rumah.
Ha...Ha...
Temen gua yang borju itu (kebetulan pergi ama ceweknya) ngajakkin makan di resto Jepang gitu. Dan belum tentu pula gua doyan makanan disitu. Pernak sekali gua diajakkin makan sushi ama temen gua dan sumpah rasanya asiiiiiiiiiiiiin banget kayak ingus. Heran deh, ngeliat banyak orang yang doyan makan sushi dengan rasanya yang asin itu. Pas makan kayak yang enak banget gitu. Eh, giliran gua yang makan asinnya gak nahan.
Aneh...
“Ok, gini aja. Gua mau cari majalah dulu di depan, nanti gua nyusul aja” gua ngomong ke dia.
“Ok, nanti nyusul aja ya!” kata dia
Jelas ‘mencari buku’ itu hanya istilah saja karena yang bener adalah cari makanan yang sesuai dengan kesukaan kita dan gak menguras kantung.
Letaknya di (seberang) Ciwalk alias tukang nasi goreng. Porsi banyak dan harga pas? Tentu dan sungguh sayang sekali jika dilewatkan... Setelah mesen dan makan ampe kenyang, gua, Banu, dan Dedi kembali ke Ciwalk.
“Kemana aja? Kalian jadinya makan dimana?” tanya temen gua dengan nada sedikit kecewa.
“Sorry tadi majalahnya gak nemu, tadi kita makannya di Resto Platinum” kata gua ngebokis sambil diiringi anggukan temen-temen gua.
Gua nyebut Platinum karena kebetulan di depan mata gua persis ada tulisan Restoran Platinum. Ya biar berlaga dikit, gitu loh. Ha...Ha....
Padahal mampir aja belum pernah.
Gua (terpaksa) ngibul karena kebetulan di situ ada cewek dan temennya karena penting itu yang namanya Jaga Image. Jangan sampai image gua di depan cewek dikenal sebagai “Cowok –kece- yang-hobbynya-makan-nasi goreng-di jalan”
Oh, jangan sampai itu terjadi.
Setelah selesai nonton dan makan, gua kira semuanya bakal selesai dan gua bisa langsung pulang buat menyelesaikan hari yang ‘spesial’ ini.
Tapi sebuah tepokkan tangannya membuyarkan semuanya. Setelah nepok dia berbisik “Eh, sebelum balik karakoean dulu yuk ama yang lain.”
Oh, No. Entah gua harus ngibul apa lagi.
Ternyata, kita (dia dan gua) memang benar-benar berada di ‘dunia yang berbeda’ karena jujur gua sama sekali gak enjoy ngikutin dunia dia yang benar-benar berbeda ini.
Apakah gua diculik? Dan orang yang menculik gua ternyata sudah minta tebusan ke orang tua gua?
Tanpa gua sadar, ada seorang wanita yang tiba-tiba meluk gua dari belakang erat banget. Gua bisa merasakan itu adalah sebuah pelukan tulus, penuh kasih sayang.
Gua nengok bentar ke muka dia dan ternyata doi adalah MANTAN gua. Ini gak mungkin karena sudah 5 tahun sejak putus ama dia, gua gak pernah ketemu dia. Gua terkejut, sambil menghela nafas bentar gua coba buat berpikir: “Sekarang gua ada dimana? Kenapa mantan gua ada disini? Kenapa dia meluk gua? Apa mungkin dia bakal minta gua buat ngawininin dia?”
Semuanya terasa absurd dan secara perlahan dia lepas pelukannya yang erat itu. Dia pegang tangan gua dan saat itu yang gua arepin adalah ini semua kenyataan yang tidak akan pernah berkesudahan.
5 menit, 10 menit berlanjut gua bisa merasakan semua kehangat itu.
Tapi?
Gak ada angin, gak ada badai tiba-tiba gua ngedenger ada orang ngomong kenceng banget “Ya Krisdayanti telah resmi berpacaran dan mereka tidak malu lagi untuk menunjukkan kemesraan mereka.”
Lah kok tiba-tiba ada berita soal KD? Tiba-tiba gua merasa terserap langit dan
gua buka mata sebentar dan di depan gua persis nyokap gua lagi nyalain Acara Gosip yang beritanya soal si KD ama Raul Lemos.
Ternyata itu semua hanya mimpi. Kampret.
Sadar gak sadar, gua (atau mungkin kalian) sering berada di dunia yang berbeda. Iya, kita memang hidup di satu dunia tetapi kita sering hidup di dunia yang ‘berbeda’.
Gua pun sering ngalamin hal seperti ini, salah satu tetangga gua yang masih kecil dan (katanya) autis sering ngomong sendiri dan seolah punya ‘dunia’ sendiri.
Kalau dia lagi jajan, dia pasti beli semuanya 2 buah. Misalnya dia jajan coki-coki pasti belinya dua. Kalau dia jajan tempura yang gopean dia pasti belinya dua ampe ada tukang balon Doraemon juga dia pasti belinya dua. Kalau ada yang nanya dia bakal jawab gini: “Itu kan buat temen yang ada di sebelah gua”
Gua pun merinding karena di sebelah dia gak ada siapa-siapa, adanya cuma tukang gulali doang.
Sebisa mungkin, gua bakal jaga jarak ama dia karena gua takut. Ya, takut aja kalau dikenalin ama temennya yang ‘halus’ itu. Tapi sialnya, selalu aja ada anak kecil dari yang nakalnya kayak setan ampe yang ingusan selalu mendekat ke arah gua.
Pas pagi-pagi keluar mau beli nasi uduk, anak kecil pasti teriak “Heiyyyyyyy” sambil senyum ke gua. Biar gua dicap sebagai cowok manja (?) yang dekat dengan anak-anak gua pasti bales dengan senyuman tulus dan dadahin tuh anak....
Walau gua gak kenal...
Dan apa yang gua takutin itu datang juga, ketika gua baru pulang beli sate di depan jalan, anak itu datang nyamperin gua dan megang tangan gua....
Suasana sudah malam dan udaranya terasa begitu menusuk tulang....
Aduh, ini gua mau diapain ya? Takut.....
“Kak, kenalin temen aku” kata dia sambil nunjuk ‘seseorang’ yang ada di sebelahnya.
Gua kucek mata sebentar dan suer gua gak liat siapa-siapa. Gua bingung, kalau gua bilang gak liat siapa-siapa nanti gua dikira remaja penghancur mimpi anak-anak. Kalau gua akting ngeliat temen dia, ntar gua disangka autis beneran ama emak-emak yang ada disitu.
Gua mikir bentar, akhirnya gua ambil opsi ke 2 karena gua gak mau dia ngira gua sebagai remaja penghancur mimpi anak-anak. Sambil garuk-garuk kepala, gua bilang “Oh ya, temen kamu cakep ya, siapa namanya?”
“Kok cakep, dia kan cewek” kata dia sambil menatap gua tajam
Mampus, ini nih akibat kalau sok iye. Gua tetep stay cool dan jawab kalau gua cuma bercanda, gak berapa lama dia bilang gini:
“Kak, di atas kakak ada temen aku, bentuknya kayak Hulk Hijau”
Gua nengok ke atas dan tepat di depan gua ada rumah yang sudah gak ada yang nempatin. Terus Hulk Hijau itu apaan? Masak ada Hulk ada di kampung gua? Mau ngapain Hulk disini? Mau cari istri?
“Gimana bentuknya si Hulk Hijau?” tanya gua dengan mimik penasaran.
“Bentuknya gede, banyak bulunya. Warnanya hijau, giginya panjang-panjang!”cerita dia polos sambil merunutkan bentuk Hulk versi dia.
Badan gede, warna hijau, buluan, gigi panjang? Ah setau gua si hulk gak buluan karena bulunya selalu dicukur tiap pagi terus giginya gak panjang-panjang karena rajin digosok.
Gua masih mikir, terus entah kenapa gua malah kepikiran GENDERUWO?
Anjis, gua (sangat) yakin itu GENDERUWO karena bentuk si genderuwo emang kayak gitu! Tiba-tiba gua merasa parno dan kepengen ngompol. Gua inget kalau lagi maen bulutangkis di depan rumah terus kalau kok-nya nyangkut di genteng itu, sering gua sodok-sodok pake sapu lidi. Apakah sodokan gua ternyata kena kepalanya si Genderuwo terus dia dendan ama gua?
“Kenapa kak” tanya si anak polos. Mungkin dia heran ngeliat rupa gua yang awalnya rupawan tiba-tiba jadi ciut mirip ama maling celana dalam yang baru ketangkep.
“Gak kenapa-kenapa. Pokoknya kalau ada temen kamu yang lain mau HULK Hijau-lah, atau Wiro Sableng nanti gak usah diomong-omongin lagi ya?” gua mencoba mengintimidasi si bocah.
“Iya, tapi di deket kak ad............” Sebelum dia nyelesein kalimatnya itu, gua langsung kabur masuk rumah. Tutup pintu rapet-rapet dan berdoa supaya gak ketemu tuh bocah.
Gua pun jadi teringat pas jaman SD, sempet terjadi keheboham soal Mr Gepeng. Katanya di WC sekolah gua ada yang ngejagain, bentuknya gepeng makannya dipanggil Mr Gepeng. Kalau mau ketemu dia caranya ketuk pintu 2x, mundur 2 langkah, buka pintu dan taratarataratara
Mr Gepeng sudah menunggu di depan pintu. (Katanya) dia bakal nanya gini “Kamu sebutin barang apa yang kamu mau tapi kamu harus punya tumbal dari keluarga atau temen kamu!”
(Katanya) ada temen gua yang ngelakuin ritual di atas dan beneran ketemu ama si Mr Gepeng. Terus (katanya) dia minta maenan tank baja ke Mr Gepeng dan ketika Mr Gepeng minta tumbal, dia nyebut nama temen sekelasnya.
Dan, entah kenapa gua tuh yakin banget kalau temen yang dijadiin tumbal tuh gua secara gua dulu sering ngejek dia.
Selama seminggu gua dilingkupi rasa ketakutan yang luar biasa, tiap mandi gua selalu -buka pintu gede-gede. Maksudnya kalau-kalau si Mr Gepeng mau nangkep gua, gua bisa langsung ngacir ke nyokap gua. Gua rela selama gua mandi, semua aktivitas gua pas mandi bisa diliat nyokap atau bokap gua.
Gua gak peduli, yang penting gua gak bakal diculik ama mr Gepeng.
Ah, setelah pikiran gua udah waras ternyata cerita-cerita soal Mr Gepeng dan sebagainya itu hanya bualan anak-anak saja.
Sial...........
Dunia yang ‘berbeda’ juga pernah gua temuin waktu pacaran dulu. Gua gak suka tempat yang crowded dan entah kenapa gua ngerasa gak nyaman kalau udah menginjakkan kaki di tempat seperti itu.
Jujur, gua takut banget diciumin ama Ibu-Ibu yang ada disitu.
Beda ama dia yang kayaknya suka banget tempat yang banyak orang. Tempat dugem-lah, ampe tempat maen bilyar-lah.
Dulu, dia sering banget ngajakkin gua maen bilyar yang selalu gua jawab dengan gelengan kepala pertanda penolakkan. Dulu nyokap gua pernah wanti-wanti gini “Awas ya kalau Mama tau kamu main bilyar! Gak usah pulang!”
Gua inget banget, kalimat itu diucapin waktu gua masih kelas 2 SMP dan hingga sekarang larangan itu seolah terpatri di otak gua. Gua takut nanti gua maen bilyar terus akhirnya gua gak boleh pulang. Mau tidur dimana gua? Masak gua harus tidur di depan Bengkel punya temen gua si Dedi yang pelitnya kayak Lucifer itu?
Akhirnya, hingga sekarang gua lebih suka maen kelereng aja tiap sore ama tetangga g di depan rumah. Toh ama bilyar gak jauh beda sama-sama nyodok bola ini.
Dunia yang berbeda juga bisa gua rasakan kalau lagi pergi main ama temen-temen gua yang tajir. Satu kali gua pergi main ama temen gua yang kebetulan tajir dan jujur gua (sangat) keteteran buat ngikutin gaya main dia.
Pas lagi asyik-asyiknya jalan dia langsung ngajakkin nonton seolah tanpa beban. Beda ama gua yang ketika mau nonton sudah diatur dulu waktu dan jamnya biar bisa disesuaikan dulu ama kantong.
Untung gua masih ada tiket gratis yang gua dapet dari tulisan gua, dan untuk saat ini gua masih bisa ngikutin gaya dia. Selesai nonton, dia ngajakkin makan. Gua sih gak masalah tapi (sialnya) dia ngajakkin makan di tempat yang mahal yang cocok buat dijadiin tempat kawinan.
Bukan berarti gua gak mampu buat bayar tapi setelah tau susahnya dapet duit gua sekarang lebih berhati-hati dan selektif buat ngeluarin duit.
Dan kebetulan di sebelah gua ada temen gua yang sudah bisa ditebak keadaan dompetnya nya, si Banu dan Dedi. Setelah bisik-bisik bentar, bung Dedi membawa uang (hanya) Rp 20rb di dompetnya dan Bung Banu (hanya) membawa uang 4rb di kantungnya,
Dan gua nengok ke dompet, ternyata hanya bawa duit 14.500 di dompet. Harusnya Rp 15rb tapi 500 nya gua pake buat jajan cilok.
Glek, gua cuma bisa nahan ludah. Bisa aja sih gua ngambil duit di ATM tapi gua tetep gak rela buat ngeluarin duit banyak-banyak apalagi gua masih utang beras ke warung deket rumah.
Ha...Ha...
Temen gua yang borju itu (kebetulan pergi ama ceweknya) ngajakkin makan di resto Jepang gitu. Dan belum tentu pula gua doyan makanan disitu. Pernak sekali gua diajakkin makan sushi ama temen gua dan sumpah rasanya asiiiiiiiiiiiiin banget kayak ingus. Heran deh, ngeliat banyak orang yang doyan makan sushi dengan rasanya yang asin itu. Pas makan kayak yang enak banget gitu. Eh, giliran gua yang makan asinnya gak nahan.
Aneh...
“Ok, gini aja. Gua mau cari majalah dulu di depan, nanti gua nyusul aja” gua ngomong ke dia.
“Ok, nanti nyusul aja ya!” kata dia
Jelas ‘mencari buku’ itu hanya istilah saja karena yang bener adalah cari makanan yang sesuai dengan kesukaan kita dan gak menguras kantung.
Letaknya di (seberang) Ciwalk alias tukang nasi goreng. Porsi banyak dan harga pas? Tentu dan sungguh sayang sekali jika dilewatkan... Setelah mesen dan makan ampe kenyang, gua, Banu, dan Dedi kembali ke Ciwalk.
“Kemana aja? Kalian jadinya makan dimana?” tanya temen gua dengan nada sedikit kecewa.
“Sorry tadi majalahnya gak nemu, tadi kita makannya di Resto Platinum” kata gua ngebokis sambil diiringi anggukan temen-temen gua.
Gua nyebut Platinum karena kebetulan di depan mata gua persis ada tulisan Restoran Platinum. Ya biar berlaga dikit, gitu loh. Ha...Ha....
Padahal mampir aja belum pernah.
Gua (terpaksa) ngibul karena kebetulan di situ ada cewek dan temennya karena penting itu yang namanya Jaga Image. Jangan sampai image gua di depan cewek dikenal sebagai “Cowok –kece- yang-hobbynya-makan-nasi goreng-di jalan”
Oh, jangan sampai itu terjadi.
Setelah selesai nonton dan makan, gua kira semuanya bakal selesai dan gua bisa langsung pulang buat menyelesaikan hari yang ‘spesial’ ini.
Tapi sebuah tepokkan tangannya membuyarkan semuanya. Setelah nepok dia berbisik “Eh, sebelum balik karakoean dulu yuk ama yang lain.”
Oh, No. Entah gua harus ngibul apa lagi.
Ternyata, kita (dia dan gua) memang benar-benar berada di ‘dunia yang berbeda’ karena jujur gua sama sekali gak enjoy ngikutin dunia dia yang benar-benar berbeda ini.
Langganan:
Postingan (Atom)
