Rabu, 23 April 2014

Kangen

Gue sekarang berdiri tepat di depan sebuah rumah. Rumah ini menyimpan banyak sekali kenangan buat gue. Iya, ini adalah rumah (almarhum) partner (baca: mantan) gue. Tantenya doi nelpon gue sejak bulan kemarin nyuruh gue main ke rumah.

Karena kesibukkan gue yang belakangan ini sangat menyita waktu, gue baru bisa datang hari ini. Hari ini juga bertepatan dengan 6 tahun perginya dia gara-gara sakit (leukemia). Baca ceritanya disini http://www.sanipunyablog.blogspot.com/2013/04/long-road-to-heaven.html

"Hallo Sani, apa kabar? Kenapa jarang main kesini? Wah kamu kok jadi gendut" kata si Tante ramah.

"Jangan kegendutan ah ntar kamu gak ganteng lagi" tambah si Tante

"Kabar baik Tante, maaf sekarang saya lebih banyak di Jakarta jadi jarang mampir. Kalau saya kurus artinya saya ganteng dong?" goda gue

"Bisa aja kamu Sani. Ayo masuk dulu"

Belum ada yang berubah di rumah ini. Semuanya masih tampak sama, sama seperti ketika gue datang terakhir kali kesini sekitar 5 tahun yang lalu.

Foto cantik doi, masih tergantung di tembok. Duh, ngeliat senyum kamu jadi bikin aku kangen deh.

Setelah basa-basi, ngobrolin kerjaan akhirnya si Tante kemudian beralih ke topik utama.

"Jadi gini Sani, Tante suruh kamu datang kesini karena ada yang Tante mau kasih ke kamu"

"Oh, apa ya Tante?" tanya gue heran. Apa gue bakalan dikasih warisan gitu ya?

"Bentar ya Tante ke kamar dulu, Tante ambilin dulu barangnya" 

Gue duduk manis di ruang tamu, di hadapan gue ada teh manis dan roti mari yang belum membuat gue tertarik buat ngicip. Mata gue berputar di sekeliling rumah ini, mencoba mengingat-ingat semua kenangan yang sudah lama gue kubur.

Hingga akhirnya mata gue berhenti di suatu tempat, di tempat dimana gue dan dia biasa duduk bareng kalau gue main kesini.

Bentuk sofanya belum berubah, letaknya pun masih sama di depan pintu luar. Gue mencoba memilah-milah kenangan antara gue dan dia yang sudah lama hilang. Kepingan-kepingan puzzle itu gue susun jadi satu dan makin keras gue mencoba buat mengingat makin jelas bayangan doi di hadapan gue.

Gue inget di sofa itu, kita pernah makan spaghetti bareng. Doi bilang mau belajar masak dan spaghetti itu adalah eksperimen pertama dia masak dan (iya) gue yang jadi kelinci percobaannya. Hahaha

Waktu ditanya gimana rasanya, aku bilang enak banget walau jujur sebenarnya terlalu asin.

Kita makan 1 piring berdua ditemani lagu dari Five For Fighting yang distel keras dari ponsel kamu. Jam sudah menunjukkan pukul 21:00, dalam teramnya malam yang ditemani cahaya bulan dan kerlip bintang yang indah, we kissed

I'm 22 for a moment She feels better than ever
And we're on fire Making our way back from Mars

"Maaf sudah membuat kamu menunggu" kata si Tante yang langsung membuyarkan lamunan gue.

"Ini Sani yang Tante mau kasih ke kamu. Tante sampai sekarang belum kuat bacanya" kata si Tante sambil terisak.

Di hadapan gue ada diary doi dengan kondisi gembok yang terbuka. Gue buka halaman pertamanya dan tulisan yang muncul di halaman pertama adalah "Untuk Sani"

"Tante tinggal dulu ya Sani" kata si Tante berlalu sambil meninggalkan gue. Gue bisa merasakan suara Tante yang bergetar karena menahan kesedihan yang begitu dalam

Gue buka lembar demi lembar buku Diary dia dan semua isinya tentang gue semua. Cerita-cerita waktu kita pacaran, kita pergi bareng, kita nonton konser bareng, kita makan bareng ada semua di buku Diary ini.

Gak kerasa mata gue jadi berkaca-kaca. Ah, kenapa sih rasa itu harus datang lagi. Rasa sayang yang sudah aku coba kubur dalam-dalam sejak kamu pergi. Rasa yang ingin selalu dekat kamu, ingin ngejagain kamu.

Di lembaran terakhir buku Diary ini terselip sebuah kalung yang belakangan gue tau itu kalung buat gue. Gue inget banget ini adalah kalung aura pemberian (almarhum) Ayahnya. Doi selalu make karena dia percaya kalau kita pake kalung ini, semua aura yang baik dalam tubuh bisa keluar.

"Artinya kalau aku yang pake kalung ini, aku jadi keliatan ganteng dong" tanya gue suatu saat

"Kecuali kamu. Orang lain yang pake bakalan jadi ganteng kalau kamu yang pake tetep jelek" ejek doi

Gue genggam kalung itu dan gue baca diary terakhir dia yang tulis sebelum akhirnya dia koma dan meninggal

"Dear Partner, smsku sampai kan? Kamu simpan ya smsku. Makasih sudah menjadi orang yang baik buat aku dan keluarga aku. Aku kecewa ama Tuhan kenapa waktu kita berdua sangat singkat, aku masih pengen deket ama kamu. Kamu bilang mau ngajarin aku maen gitar, aku pengen banget belajar. Kenapa sih kita harus bertemu tapi akhirnya berpisah? Bener kata kamu say, Tuhan merahasiakan masa depan untuk menguji kita agar selalu berprasangka baik, merencana dengan terbaik, berusaha yang terbaik serta bersyukur & bersabar tetapi aku bener-bener pengen sembuh. Aku belajar dari kamu, tidak semua yang kita harapkan akan menjadi kenyataan tapi kita harus percaya Tuhan telah merencanakan semuanya jauh lebih indah dari apa yang kita pikirkan. Kalau ini memang jalan Tuhan yang terbaik, aku rela kalau harus pergi jauh dari kamu. Terima kasih sudah menjadi orang yang setia buat aku dan selalu mengingat aku di setiap doa malam kamu. Kelak kamu bakalan dapat orang yang jauh lebih baik dari aku yang benar-benar tulus sayang ke kamu.  Aku sayang banget ama kamu, aku kangen dibawelin kamu lagi, maafin kalau aku suka marah ke kamu kalau kamu bawelin aku terus :(

NB: Bilangin ke Mama Tina, kalau aku bisa sembuh resep yang Mama Tina kasih pasti bakalan aku praktekkin

Kalung dan surat terakhir dari dia
 Sesaat setelah gue baca surat dari dia, langsung meledak tangis gue. Gue sudah mencoba untuk bertahan manahan air mata agar tidak tumpah tapi akhirnya tetes demi tetes air mata gue tumpah juga. Gue usap mata gue dengan sapu tangan yang selalu gue bawa, gue dekap buku diary dia.

Gue memberanikan diri berjalan ke arah kamarnya dan disana gue liat Tante lagi beres-beres di kamar doi, Boneka-boneka pemberian dari gue masih rapih berjejer di atas kasur dia. Ada boneka Smurf, boneka Felix The Cat. Kalung penolak mimpi buruk pemberian gue juga masih digantung tepat di atas kasur dia.

"Dia gak pernah bisa tidur kalau belum meluk boneka yang kamu kasih" kata Tante sambil terisak.

30 menit kemudian gue beranjak pulang. Di perjalanan bayangan dia masih jelas di pikiran gue. Kenapa kamu pergi terlalu cepat? Cuma kamu yang bisa ngertiin aku, cuma kamu yang selalu kasih semangat ke aku, cuma kamu yang gak pernah menuntut lebih dari aku. 

Aku kangen......kamu :(