Selasa, 23 Agustus 2011

Bintang yang Hilang

Jumat, 19 Agustus 2011, pukul 04:45

Setelah urusan teduh selesai, hari ini gua akan menepati janji yang telah lama gua ucapin kalau doa puasa gua selama ini dijawab. Janji gua adalah gua ingin bersepeda menempuh ratusan kilometer menuju sebuah kost di sebuah Kabupaten yang berada di Jawa Barat. Karena doa gua dijawab di tanggal 17 Agustus, cepat atau lambat gua harus menepati janji gua itu.

Awalnya gua kurang yakin, apakah gua masih kuat? Apakah encok di pinggang gua gak kambuh? Apakah pantat gua gak akan semutan? Apakah selangkangan gua gak akan kram? Jika 2-3 tahun lalu, gua rasa gua masih sanggup untuk melahap ratusan kilometer karena saat itu gua sedang senang-senangnya bersepeda. Karena buat gua bersepeda itu sungguh menyenangkan. Selain menyehatkan, gua berasa nampak keren ketika bersepeda. Di saat orang lain menggunakan motor atau mobil, gua berbeda sendiri dengan menggunakan sepeda. Dan menurut gua itu keren banget. Rute terjauh yang pernah gua kunjungin adalah sebuah stadion sepak bola di Jawa Barat. Kalau gak salah, gua menghabiskan waktu hampir 12 jam untuk sampai kesana dan ternyata gua berhasil menuju kesana walau dengkul kaki gua rasanya hampir mau remuk.

Ditambah dengan kondisi gua yang sedang berpuasa, gua menjadi pesimis untuk menepati janji gua. Tetapi gua selalu ingat, janji adalah ‘sesuatu’ hal yang harus dibayar, bagaimanapun caranya. Gua mempersiapkan diri sebaik mungkin, gua bawa baju ganti, handuk merah pinjeman ‘seseorang’, dan MP3 Player buat menemani hari itu.

Sengaja gua gak bawa minum karena gua gak mau puasa gua batal karena hal ini. Tapi gua sangat enjoy dan sudah tidak sabar untuk melewati hari ini.

Pukul 05:15 lebih sedikit,

Gua pergi dalam kondisi rumah yang masih sunyi. Bokap dan kakak masih terlelap, hanya Nyokap yang sudah bangun dan sedang memasak. Gua pamit ke nyokap dan nyokap pun heran ngapain gua pergi pagi-pagi. Gua jawab dengan senyum sambil berkata “Pergi untuk menepati janji”

Gua mulai menggowes sepeda. Selama di perjalanan, tak henti-hentinya gua tersenyum. Sesekali pikiran gua teringat akan ‘dia’ sambil bertanya dalam hati “Apa dia sudah bangun?”, “Mimpi apa dia hari ini?”, “Semoga dia gak telat makan biar gak sakit”, “Apa di pagi ini dia sudah buka alkitab dan baca ayat yang gua smsin?”

Perjalanan ini akan sangat panjang dan selama itu pula, gua yakin bisa menepati janji gua. Seperti janji gua untuk selalu berpuasa buat dia tiap hari yang berhasil gua jalani dengan sukses walau sebelumnya gua diragukan dan dicibir karena banyak yang nganggep gua gak akan tahan. Tapi jika semuanya dijalani dengan hati yang ikhlas, pasti bisa kan?

Daerah Ujung Berung,

Gua sekarang sudah sampai di daerah Ujung Berung, suasana sudah mulai ramai. Matahari sudah mulai muncul dan menyinari bumi. Matahari pun seperti menyinari hati gua. Setiap berpapasan dengan banyak orang di jalan, gua selalu mencoba untuk tersenyum. Gua gak peduli dikira orang gila atau Joker yang doyan cengengesan, tetapi yang ada di pikiran gua saat itu, gua sangat bahagia. Gua ingin membagi kebahagiaan yang sedang gua rasakan dengan orang banyak.

Di kuping gua sekarang, lagu SO7 sedang mengalun. Judulnya “Seberapa Pantas”, sambil mendengar lagu itu, gua pun mulai berpikir apakah sebenarnya gua itu pantes buat jadi cowok dia? Dengan segala kekurangan, dengan segala kesalahan gua, apakah gua itu pantas? Apa gua itu pantas buat ngisi hari-hari dia? Saat itu dengan angkuh, gua jawab “Gua Pantas”. Dengan segala kekurangan yang gua punya, gua punya cara sendiri buat dia bahagia. Gua punya cara sendiri agar dia bisa melewati hari-hari ini dengan senyum di wajahnya.

Daerah Cibiru,

Ini daerah favorit gua. Bukan karena banyak tukang jajanan kayak cakue, batagor, dll. Tetapi karena dengan melewati daerah ini, semakin dekatlah gua bertemu dengan dia. Biasanya kalau berkunjung ke kost dia, gua menggunakan motor dan begitu gua melewati jalan ini, biasanya gua tersenyum karena sebentar lagi gua bakal ketemu dia. Sebentar lagi, gua akan memainkan rambutnya yang ikal, sebentar lagi gua akan bercerita banyak hal dan sebentar lagi, gua akan mendengar banyak cerita pula dari mulut dia.

Pukul 06:20,

Gua keluar dari Kota Bandung. Sambil terus menggowes gua melewati gapura yang bertuliskan “Selamat Jalan”. Jujur, saat itu gua merasa sangat letih, lunglai, dan lemas. Keringat gak pernah berhenti menetes dari kepala gua. Setiap menetes selalu gua usap dengan sapu tangan warna merah itu. Dia mungkin sama sekali gak sadar tetapi setiap kali gua mengusap dengan sapu tangan merah itu, gua selalu merasa dikuatkan, gua selalu merasa ditemani. Dan jujur, saat itu gua ngerasa haus banget. Di depan gua ada tukang susu coklat yang begitu menggoda. Dengan logo sapi yang terpampang di gerobak itu, rasanya begitu menggoda gua untuk icip-icip susu rasa coklat.

Tapi?

Gua gak mau puasa gua batal, gua gak mau hanya karena gua haus dan karena gua tergoda untuk icip-icip susu itu, puasa gua gagal. Masih banyak doa gua buat dia yang belum dijawab. Gua acuhkan mata gua dari godaan sapi itu dan mulai terus menggowes.

“San, lu bisa kan nunggu gua ampe bulan November” sebuah pertanyaan dari dia di suatu hari ketika gua lagi berboncengan dengan dia.

“Bisa, walau berat tapi gua yakin bisa” jawab gua sambil menghindari lobang di jalanan…..

Depan Kampus IPDN,

Sekarang gua sudah berada di depan Kampus IPDN. Inget kampus ini berarti inget video-video menyeramkan yang sempat menghebohkan. Ah, gua gak peduli karena yang gua tau, gua sudah semakin dekat dengan janji gua. For You Info, jalanan di depan kampus IPDN bisa gua ibaratkan sebagai ‘tanjakkan setan’ karena jalanannnya nanjak banget. Saat itu, pantat gua sudah mulai kram, betis gua sudah senat senut dan yang pasti jari-jari tangan gua seperti sudah mati rasa. Buat ngupil pun rasanya udah gak bisa dipakai. Gua mulai menggowes, melewati jalanan yang nanjak itu dan pikiran gua kembali, memikirkan dia…

“Sani apa lu yakin dengan gua” kata dia suatu saat. Pertanyaan yang selalu dia ulang-ulang hingga gua tau apa makna dibalik pertanyaan itu.

“Yakin, gua selalu yakin” jawab gua optimis. Selama gua sedang menjalin hubungan, rasanya baru kali ini gua ngerasa kalau gua yakin. Ngerasa yakin kalau gua bakal hidup dia jadi lebih berwarna. Ngerasa yakin buat ‘menjangkau’ seluruh hatinya yang mungkin masih tertutup oleh kenangan masa lalu.

Di kuping gua sekarang lagi mengalun lagu Jikustik ‘1000 tahun lamanya’: “Bila kau sanggup untuk melupakan dia, biarkan aku hadir dan menata, ruang hatimu yang telah tertutup lama” Gua bernyanyi sambil terus menggowes. Gak peduli suara jelek, gak peduli suara gua sumbang karena yang ada di pikiran gua, gua ingin menunggu dia walau harus menunggu 1000 tahun lamanya… Lebay dikit (hihihihi)

“Selamat Datang di Universitas Padjajaran”

Akhirnya gua sampai juga di kampus dia. Jam sudah menunjukkan pukul 09:15. Mobil dan motor mulai hilir mudik. Gua duduk bentar di depan kampus itu. Ambil nafas panjang, menggoyang-goyangkan jari-jari tangan yang mati rasa, dan merenggangkan kaki yang rasanya sudah siap diamputasi. Duduk bentar di trotoar, dan gua baru sadar kalau trotoar ini tiap malam ‘disulap’ jadi angkringan. Dan di trotar ini adalah pertama kalinya gua makan bersama dia. Di bawah lampu yang remang-remang dan dinginnya malam, gua bercerita banyak hal dengan dia. Hal-hal lucu, menyenangkan, memalukan, dan segalanya yang ada di pikiran gua, gua ceritain ke dia.

“Ah yang bener?”, “Lupa gua” adalah kata-kata yang dia biasanya dia gunakan buat menjawab cerita-cerita gua. Mungkin dia sudah melupakan segala kenangan gua dan dia dulu, mungkin dia sudah tutup buku akan cerita kita yang dulu. Ya, jika gua adalah dia, gua pun bakal menutup buku semua kenangan buruk itu dan mulai melangkah ke depan.

“Sani, nih cobain” kata dia sambil menyodorkan piring berisi daging yang ditusuk. Saat itu di angkringan, suasanya tidak terlalu ramai. Karena penasaran, gua ambil daging yang ditusuk itu. Gua kunyah bentar dan rasanya ternyata enak. Kenyal-kenyal gimana gitu bikin lidah tidak berhenti mengecap.

“Ini apaan ya?” tanya gua polos

“Ini brutu, enak ya?

“Brutu? Brutu tuh apaan ya?” dan entah kenapa mendengar nama itu perasaan gua jadi gak enak.

“Brutu tuh dubur ayam” jawab dia sambil cengengesan.

“Hah, dubur ayam?” gua shock. Dubur kan anus? Subhanallah, gua makan anus ayam. Yang ada di pikiran gua saat itu adalah buang ini dubur dari mulut gua dan segera minum air suci buat membersihkan mulut gua dari dubur ayam itu.

Malam itu dia juga bercerita banyak hal terus menutup pembicaraan dengan kalimat “Percaya ya San, yang namanya jodoh itu gak akan kemana-mana”. Gua balas dengan sebuah anggukkan.

Setelah beristirahat bentar, gua mulai melanjutkan perjalanan. Gua mulai menggowes menuju tempat kostnya. 10 menit kemudian, akhirnya gua sampai di depan kostnya. Jelas, dia gak akan ada disitu karena dia sekarang ada di rumahnya. Gua perhatiin bentar kamarnya yang berada di lantai atas. Jendelanya dibuka dan sebenarnya gua sih harap banget dia ada disitu lagi noongin gua di bawah, walau gak mungkin.

Hampir 15 menit gua berada di depan kost nya. Mungkin orang-orang bakalan ngira gua adalah maling yang sedang memperhatikan target. Tapi gua gak peduli karena yang ada di pikiran gua saat itu, gua sekarang adalah cowok dia dan gua BERHASIL menepati janji gua.

Hati gua lega, gua tenang, gua ngerasa gak punya janji lagi. Gua mulai menggowes untuk pulang. Selama perjalanan pulang, gua melewati banyak tempat. Gua melewati sebuah mall yang ada disitu. Mall biasanya gua pake buat sedikit ‘mencerca’ dia dan biasanya kalau gua ‘cerca’ muka dia bakal merengut manja. Hihihihi. Ada juga restoran yang namanya SOLASIDO, plesetan dari Restoran SOLARIA. Kalau mata gak jeli, mungkin kita bakal kecele, ngira kalau ada restoran SOLARIA di kabupaten Sumedang. Tapi masak iya sih ada? Ups….

Hari ini gua berhasil menepati janji gua, dia gak tau, temen-temen dia juga gak tau, temen-temen gua gak ada yang tau, tapi gua gak peduli karena gua ngerasa bangga dengan diri gua sendiri yang berhasil menepati janji

Selasa 22 Agustus, pukul 04:25

Yang namanya kebahagiaan itu terlalu cepat pergi dari gua. Kalau boleh protes, gua pengen banget protes, kenapa kebahagiaan itu terlalu cepat pergi dari gua. Ya, gua putus dengan dia.

Gua awali hari dengan teduh sebentar, tapi yang berbeda dari hari ini adalah biasanya gua selalu kirim sms ayat-ayat Alkitab ke dia agar kita bisa teduh bareng walau berada di ruang yang berbeda. Gua tau, dia mungkin udah gak mau baca atau nerima sms gua tentang ayat-ayat itu jadi cukup gua saja yang baca untuk dia.

Dan entah kenapa gua jadi ingin mengulang perjalanan jauh gua ke kabupaten Sumedang dengan menggunakan sepeda. Dengan hati yang hancur, mata yang sembab, pikiran yang kalut, gua jadi ingin mengulang rute yang sama. Gua sama sekali gak berbenah, gua berangkat dengan baju tidur gua. Dengan mata yang sembab, dengan rambut yang acak-acakkan dan dengan hati yang hancur…

Perjalanan ini jadi begitu terasa berat tetapi setidaknya bisa memaksa gua berpikir. Berpikir jernih tentang hubungan kita yang susah payah gua bangun dan sukses hancur dalam sekejap.

“Gua labil, gua gak bisa tegas ke diri gua dan diri dia” kalimat yang awalnya selalu bisa gua jawab dan yakinkan dia kalau dia PASTI bisa malah jadi alasan utama gua putus ama dia. Saat bersama dia, gua selalu berusaha buat dia nyaman, buat dia senang, dan buat dia bisa move on dari masa lalunya.

Gua sama sekali gak pernah mengharapkan pamrih dari apa yang gua lakuin ke dia. Tetapi setidaknya kalau boleh, gua meminta sedikit ‘lebih’ ke dia ketika dia memutuskan hubungan kita. Bukan cuma lewat telpon dengan kata-kata sederhana “Maaf, gua gak bisa san, lanjutin hubungan kita”, “Bilangin maaf ke nyokap dan kakak lu” yang diucapkan tanpa beban bahkan nyaris diucapkan oleh cowok dia yang sekarang. Rasanya terlalu sederhana buat gua mengerti dan terlalu ringan buat dia. Apa gak bisa kita ngobrol baik-baik dengan hati terbuka, tanpa harus ada tekanan? Kenapa harus si cowok yang ngehubungin gua? Apa dia yang menjalani hubungan sesama jenis dengan gua?

Gua masih ingat sms dia di suatu hari "Gua tuh gak bisa pergi ninggalin dia begitu aja, gak elite kalau harus ngomongin soal ini lewat perantara, gua harus ketemu dia langsung" Pertanyaanya kemudian kenapa harus kayak gitu ke gua? Itu hal yang sama sekali gak bisa gua terima…

Gua baca message dia yang dikirim tempo hari, isinya “it is too early to say i love you..but yes, i do love you…, yang gua bales “Nothing too early or too late to say I love you, cause love not about the time to say that but about the time you feel that. I love you too...”

Rasanya begitu cepat kebahagiaan itu pergi. Begitu mudahnya kita mengatakan I Love You tetapi begitu mudah juga buat kita untuk menghapus kalimat itu dalam ingatan.

Gua selalu berkata ke dia Step By Step dan gua yakin dia bakal bisa lupa akan masa lalunya. Step By Step, Step By Step… Gua ulang kata itu hingga tidak ada artinya lagi buat gua….

Kalau selama ini hubungan kita hanya balas dendam, sungguh ini adalah sebuah balas dendam yang sempurna….

Kalau selama ini hubungan kita hanya main-main, sungguh ini adalah sebuah permainan yang cantik…

Dan kalau selama ini hubungan kita hanya basa-basi, sungguh ini adalah sebuah basa-basi yang mendekati kenyataan…

Lanjut,

Gua memang akhirnya berhasil sampai di kabupaten itu (lagi), dengan kondisi gua yang mirip gembel ditambah perasaan gua yang sedang kalut dan hati yang hancur. Tapi, saat itu gua sama sekali gak punya tujuan apa-apa. Entah kenapa harus gua bersepeda kesini? Gua gak bisa jawab….

Malamnya gua duduk di teras, sambil menunggu buka puasa jam 7, gua duduk sambil ngeliatin langit. Dulu, ketika ada bintang-bintang di langit gua pernah ngegombal “Tau gak kenapa bintang di langit hilang satu?”

Dia jawab “Emang kenapa”,

“Karena bintangnya ada di mata kamu” jawab gua gombal.

Yup, mungkin sekarang bintang itu sudah hilang dari mata kamu… Dan saya percaya

“sama halnya dengan hidup, seburuk apapun hari kemarin. Tuhan selalu menyediakan hari yang baru untuk saya. Untuk memperbaiki kesalahan dan melanjutkan alur cerita yang hendak saya isi dalam buku kehidupan milik saya”

Jumat, 19 Agustus 2011

Cerita Berserakkan di Minggu ini

Minggu-minggu ini bisa dibilang sebagai minggu yang lumayan menyibukkan. Sibuk dalam artian banyak hal yang harus gua kerjain. Banyak ‘ini-itu’ yang harus diselesaikan, dan banyak pula target yang harus dicapai…

*Uhuk, batuk bentar*

Hobby gua adalah main bola dan kayaknya semua orang tau tentang hobby gua yang ini. Bermain bola buat gua adalah olah raga yang menyenangkan. Bermain bola itu sebenarnya simple, bawa bola, giring bola, lewati hadangan musuh, tunjukkan skills ‘menggoreng ‘ bola, kedipin mata sebentar ke cewek-cewek yang lagi nonton, dan masukkan bola ke gawang musuh. Setelah itu bebas mau bergaya apapun juga. Simple kan?

Di suatu hari di minggu ini, gua diajakkin main bola di dalam ruangan a.k.a futsal. Walau peraturannya berbeda dengan sepak bola konvesional tetapi intinya sama aja. Bawa bola, gocek musuh, kedipin mata ke cewek yang nonton, dan cetak gol. Diamlah sejenak, biarkan penonton menyambutmu golmu dengan gemuruh sambil mengelu-elukan namamu “Sani, Sani, Sani”

Walaupun sampai detik ini, rasanya belum pernah ada yang mengelu-elukan nama gua. *Fiuh, hela nafas panjang*

Tapi yang berbeda dari hari biasanya adalah kali ini gua bermain bola bersama kumpulan Pendeta-Pendeta. Sungguh ini sebuah beban, pertama jelas rasanya gua itu seperti manusia kerdil di antara para raksasa. Kerdil dalam hal banyak hal. And you know, banyak Pendeta yang mempunyai karunia untuk bernubuat untuk bisa melihat pribadi seseorang. Gua takut ketika gua lagi kenalan ama mereka, sambil menjabat tangan gua, mereka ngomong “Stefanus ini orangnya suka nonton gratisan, suka ngambil Chiki Taro tapi gak ngomong ke mamanya” Mampus…

Gua mencoba untuk tetap cool seperti biasa, senyum-senyum sambil sesekali menjabat tangan mereka. Sebisa mungkin gua menunduk biar gak usah bertatapan mata secara langsung dengan mereka, hihihi.

Dan permainan pun dimulai,

Bermain bersama Pendeta berarti lu harus menahan semua omongan kasar, gestur kasar, hingga permainan yang kasar. Bermain secara lembut seperti Ibu-Ibu yang sedang merajut mantel untuk anaknya. For You Info, kalau biasanya gua main bersama-sama teman-teman sebaya, rasanya tuh gak ada beban. Kalau misalnya gua ada peluang dan gagal mencetak gol, teman-teman setim gua pasti langsung ngomong “AN***G, B**O dan sederet kata kasar lainnya, gua pun terkadang ngomong kasar seperti “Sialan, gak gol” *sambil menunduk malu*

Tapi?

Kali ini gua bermain bersama Pendeta. Jadi semua hinaan, cercaan, makian harus gua simpen di dalam hati saja. Ada satu orang yang bener-bener bikin gua gregetan. Tiap dioper bola, selalu miss, gawang udah kosong gak gol juga. Kalau itu temen gua rasanya udah pengen gua plorotin celananya. Tapi, ingat Sani, dia adalah Pendeta yang harus kamu hormati. Setiap dia gagal mencetak gol, yang gua lakuin adalah menempuk punggung dia dengan ramah sambil ngomong “Masih banyak kesempatan pak. Sabar ya” sambil tersenyum ramah. Walau lama-lama gua merasa keki juga, soalnya gak gol-gol.

Di suatu kesempatan, gua pun hampir aja menyarangkan bola tapi bola tendangan gua mengenai mistar gawang. Gua yakin banget kalau gua lagi main ama teman-teman, gua bakalan ngomong “Anjir, gak masuk” tapi (sekali lagi) sekarang gua sedang bermain dengan Pendeta. Ketika gak masuk, yang keluar dari mulut gua adalah “Puji Tuhan, belum diberi gol”.

Next,

Beberapa hari setelah gua bermain bola dengan para Pendeta itu, gua berkunjung ke salah satu mall. Rencana awalnya gua mau cari buku tapi sayangnya Buku yang gua cari lagi kosong stoknya. Dibanding harus langsung pulang, akhirnya gua memilih muter-muter di mall. Siapa tau nemu dompet jatuh gitu.

Selama gua muter-muter selain ngiler ngeliatin orang yang lagi makan burger, gua juga jadi tertarik buat main “UFO Catcher” di salah satu tempat permainan keluarga. Alasannya karena ada boneka yang mukanya lucu banget. Rambutnya ikal dan sorot matanya menggemaskan, ah boneka itu semakin mengingatkan gua akan ‘seseorang’.

Waktu gua masih SMP, gua pernah diajarin triknya oleh teman gua dan saat itu gua berhasil narik boneka babi. Triknya sebenarnya simple, konsentrasi, incer leher, dan tariklah naik ke atas. Dapet deh tuh boneka.

Ok, demi boneka ikal itu gua akan mencoba mengulang masa-masa kejayaan gua ketika berhasil menarik boneka babi itu. Ok, beli koin dulu and it’s show time. Gua awali dengan batuk sebentar, membuang semua beban di mulut. Dan, yup

Koin pertama masuk…. Hasilnya gagal

Koin kedua…. Boneka sudah terangkat tetapi jatuh…

Koin ketiga ampe koin ke 10…. Masih gagal juga…

Koin ke 13…. Sudah hampir masuk lobang tapi jatuh lagi di pinggir

Koin ke 14-18…. Hasilnya Idem…

Koin ke 19-20…. Hasilnya lebih parah, gak ada satupun yang gak keangkat.


Gaya udah asyik tapi hasilnya jauh dari harapan

20 koin TERBUANG percuma dan parahnya pas gua nengok ke belakang, banyak anak bocah lagi ngelilingin gua sambil kasak-kusuk, ada yg ngatain “bego banget yang main” ada juga yang ngatain “Ini orang bodoh banget”

Boneka gak dapat, yang gua dapat adalah cacian dan cercaan. Ternyata kemampuan gua ngambil boneka ini sudah hilang. 20 koin terbuang percuma karena yang gua dapat hanya cacian. Huhuhuhu

Dan yang paling bikin gua pengen nangis darah adalah ketika gua melangkah buat pulang, gua liat di toko gift ada boneka yang bentuknya sama persis. Boneka berambut ikal dengan tatapan mata menggemaskan dan yang bikin kenes adalah harga boneka itu harganya cuma seharga 10 koin pas tadi gua maen… Ampun deh….

Next,

Tapi dari semuanya, kalau gua bisa bilang minggu ini adalah minggu yang (cukup) sempurna buat gua. Satu hal yang selama ini selalu gua doakan akhirnya dijawab juga… Walau mungkin masih ada keraguan, ada kelabilan, dan apapun itu, gua yakin jika semuanya diimani dan dijalani dengan baik, hasilnya pun akan baik.

Dan, hal-hal baik yang selama ini saya ucapkan akan selalu saya pegang tanpa ada keraguan sama sekali

karena

“Ada saatnya ‘kita’ bisa menutup mata untuk hal-hal yang tidak ingin kita lihat tetapi yang pasti ‘kita’ tidak akan bisa menutup hati untuk hal-hal yang tak ingin kita rasakan”

Smile, CHEM…

Rabu, 10 Agustus 2011

Balada si Anak TK yang cengeng

Libur telah usai, sudah waktunya untuk anak-anak kembali bersekolah….

Gua pehatiin semua anak-anak yang baru masuk sekolah di hari pertama semua tampak sumringah, bahagia, dan senang. Rasanya di hari pertama mereka masuk sekolah, mereka ingin tampil dengan sebaik mungkin dengan potongan rambut baru, dengan baju dan sepatu baru hingga peralatan sekolah baru.

Biasanya anak-anak yang baru masuk sekolah untuk pertama kali entah itu baru masuk TK kecil atau SD kelas 1 selalu datang ke sekolah dengan tingkat optimis yang tinggi. Tetangga gua yang baru masuk TK kecil juga seperti itu.

“Kakak Dede, liat nih” kata dia sambil nunjukkin jam tangan berbentuk jet yang kalau diteken tombolnya bisa kedengeran bunyi “Dor, Dor, Kaboum, cicicicicicict”. Widih keren bener nih jam. Selain jam tangan berbentuk jet, dia juga pake tas baru yang bergambar Ben 10. Belum cukup, dia juga make sepatu yang di bagian belakangnya kalau diinjek bisa ngeluarin lampu kerlap-kerlip. Woo…Woo…Woo

Rasanya hari itu benar-benar sempurna buat dia. Semuanya baru dan dari pancaran matanya, saat itu dia benar-benar optimis buat menjalani hari pertama dia masuk TK.

3 jam setelah pertemuan itu, gua kembali ketemu dengan dengan dia yang baru aja kembali dari TK. Keadaannya sekarang berbeda jauh dari ketika dia berangkat. Rambut awut-awutan, kancing baju lepas dan bajunya keluar tidak rapih. Ditambah dengan Air mata yang masih menetes + ingus yang terus turun membuat ini anak seolah baru aja ngeliat pocong lompat-lompat yang lompat di depan matanya. Gua cuma nyengar-nyengir ngeliatin dia. Nyokap gua berbisi ke gua yang lagi cengengesan “Biasa, anak baru pertama kali masuk TK, kamu juga kayak gitu. Malah lebih parah”

Benarkah?

Ngomong-ngomong soal hari pertama masuk sekolah, gua jadi inget kejadian konyol waktu gua masih kelas 3 SMA. Hari senen, gua bangun lebih awal dari biasanya. Bukan gara-gara pengen nonton kartun Scobby Doo yang tayang jam 5 pagi di ANTV. Tapi karena seinget gua, hari itu adalah hari pertama masuk sekolah buat tahun ajaran baru. Hari itu gua berusaha se-ok mungkin. Dengan potongan rambut baru dan dengan tas sekolah baru (pamer), gua melangkah dengan yakin untuk memulai hari itu dengan tingkat optimis tinggi.

Saat itu gua naik bus buat berangkat ke sekolah dan setelah sampai di Sekolah kok ada yang aneh ya? Perasaan kok sepi banget? Mana ini adik-adik kelas yang bisa dikecengin? Mana ini tukang dagang siomay langganan, mana ini Guru-Guru? Kok gak ada yang menyambut kedatangan gua sama sekali?

Apa gua dateng telat terus gua ditinggal? Apa gua telat daftar ulang terus nama gua dicoret dari sekolah? Buat menjawab semua keragu-raguan itu gua nanya ke satpam sekolah.

“Pak, kok sepi? Udah masuk kelas semua ya?” tanya gua dengan mimik (super) penasaran.

“Masuknya kan besok Sani. Ngapain kamu datang sekarang?” jawab si pak satpam

Oh Sh*t ternyata gua kecepetan masuk sekolah. Dasar asem, gua udah kece gini akhirnya harus pulang sambil menanggung rasa malu yang sangat. Di jalan pulang, tetangga gua yang ngeliat gua nanya “Kok udah pulang lagi de?” ada juga yang nanya

“Perasaan tadi dede baru berangkat kok sekarang udah pulang lagi?”
Dan ketika nyampe rumah, nyokap juga langsung nyengir-nyengir ngedenger cerita gua. Benar-benar anak yang terlalu rajin, di saat sekolah libur malah kerajinan datang ke sekolah.

Lanjut,

Ketika gua masuk TK pertama kali, gua juga ingin memulai segala sesuatunya dengan sempurna. 2 hari sebelum hari pertama masuk sekolah, gua diajak nyokap berbelanja kebutuhan buat masuk TK nanti. Yang gua inget, saat itu gua diajak nyokap beli tas dan sepatu baru di sebuah swalayan. Tas yang gua pilih adalah tas yang bergambar Donald Bebek. Sebenarnya ada 2 pilihan gambar, Donald Bebek dan Desi Bebek. Kalau gua milih tas yang gambarnya Desi Bebek entar gua disangka anak kemayu nan manja, akhirnya tas bergambar Donald Bebek jadi pilihan gua.

H-1 sebelum masuk TK,

Gua sekarang lagi nyoba seragam TK gua. Gua ngaca bolak-balik dan entah kenapa gua ngerasa keren banget. Rasanya gak sabar buat cepet-cepet masuk TK. Setelah puas mencoba seragam buat besok, sekarang adalah waktunya buat cukur rambut.

Yang nyukur adalah nyokap dan mungkin gara-gara gua kebanyakkan nonton serial Yoko dan Bibi Leung, gua kepengen banget rambut gua dicukur model si Yoko. Biar keren gitu loch…

Nyokap gua cuma ngangguk-ngangguk dan dari anggukan itu gua ngerasa yakin kalau nyokap bisa nyukur gua dengan model si Yoko itu. Gua sudah membayangkan diri gua besok bakalan keren banget. Sepatu batu, tas baru, tempat pensil baru, tempat bekel baru, seragam baru, dan ehemmmm rambut model Yoko terbaru.

Setelah beberapa kali gunting akhirnya acara gunting rambut selese juga. Gua buru-buru ambil kaca karena sudah keburu gak sabar ngeliat potongan rambut ala si yoko.

Tapi kok ada yang aneh?

Setau gua ya, rambut si Yoko kan disisir ke belakang tapi napa rambut gua sekarang jadi BATOK gini? Kok malah mirip potongan rambut si Bibi Leung dibanding si Yoko?
Selain bentuknya yang batok, kok kayak ada yang pitak di rambut gua? Dengan polos gua nanya ke nyokap gua: “Ma, rambutku kok jadi kayak Bibi Leung?”

Sambil gugup, nyokap gua ngomong: “Ah gak, bagus-bagus kok”
Kata “bagus-bagus” itu sepertinya hanya ingin membuat gua tenang sesaat karena ketika gua ngaca berkali-kali, yang ada di kaca adalah makhluk gendut dengan pipi tembem dipadu dengan rambut model batok dan pitak.

Pipi tembem + Rambut Batok + Pitak = Hantu Casper.

Saat itu gua ngerasa kalau gua adalah hantu casper yang menjelma menjadi manusia. Terlepas dari salah potong rambut itu, gua pun mulai latihan ngomong di depan cermin.

Gua dapet bisikkan dari kakak, ketika masuk TK pertama kali, nanti kita disuruh berdiri dan harus memperkenalkan diri ke depan guru dan teman-teman. Di depan kaca gua mulai latihan ngomong. “Nama saya Stefanus, umur 5 tahun, hobby nonton kartun Momotaro dan Ninja Jiraiya, cita-cita saya ingin menjadi Pendeta”
Percaya atau gak, cita-cita masa kecil gua adalah menjadi seorang Pendeta. Karena gua ngerasa jadi Pendeta tuh keren banget. Tiap ngomong, semua orang pasti langsung tepuk tangan, ketika dia mengangkat tangan, semua orang pasti juga langsung ikut angkat tangan, dan dalam pemikiran masa kecil gua, menjadi Pendeta adalah jaminan masuk surga.

Jika di usia sekarang, gua kembali mendapat pertanyaan yang sama “Sani, apakah cita-cita kamu?”, dan gua jawab “Saya ingin menjadi Pendeta”

Rasanya Tuhan dan malaikat di surga akan menangis mendengar cita-cita gua itu. Hahahaha

Malam itu rasanya begitu panjang dari biasanya, sulit buat gua untuk memejamkan mata karena gua sudah sangat tidak sabar menunggu datangnya hari esok. Bolak-balik gua membaca buku dongeng “Pangeran Katak dan Putri Kerajaan” tapi rasa kantuk itu tidak datang juga. Padahal,jam sudah menunjukkan pukul 19:00, waktu dimana sudah seharusnya gua sudah bermimpi indah….

Pukul 05:00, keesokkan harinya,

Hari ini terasa lain seperti biasanya. Biasanya jam segini gua bangun buat nonton kartun di tivi tapi kali ini gua harus mandi pagi buat berangkat masuk TK. Doa pagi sebentar bersama kakak dan Ibu, gua semakin optimis untuk melewati hari ini.

Waktunya untuk dimandiin mama. Shampo Dede rasa apel, pasta gigi kodomo dan sabun tawon menjadi andalan buat gua untuk tampil kece hari itu. Setelah mandi, gua segera berbenah dengan seragam dan sepatu baru itu + rambut batok. Sebenarnya, saat itu gua bener-bener ngerasa aneh dengan model rambut itu tetapi Ibu selalu berkata “Gak apa-apa, bagus-bagus kok”

Bagus dari mananya, ma?

20 menit menempuh perjalanan…..

Akhirnya gua sampai ke TK Yohanes, tempat dimana gua akan menghabiskan 2 tahun disini. Saat itu suasananya rame banget dan gua merasa ‘asing’ karena gak ada satu orang pun yang gua kenal. Saat itu, yang gua tangkap adalah anak-anak yang lain juga ternyata gak kalah gaya dibanding gua. Kebanyakkan dari mereka make sepatu yang kalau diinjak bisa ngeluarin cahaya. Belum lagi potongan rambut mereka yang klimis dan rapih.

Kelas gua berada paling ujung dan nyokap gua langsung mewanti-wanti “Dengerin kata Bu Guru, jangan nangis, dan jangan ngobrol terus”, yang gua bales dengan sebuah anggukan.

Nyokap milihin gua kursi di deretan tengah dan gua pun duduk rapih. Nyokap lantas keluar dan berdiri di dekat jendela buat merhatiin gua.

Wow, gua sekarang duduk di antara anak-anak yang sama sekali gak gua kenal. Gua hanya menunduk dan berulang kali nengok ke jendela buat mastiin apa nyokap masih ada. Gua takut nyokap pulang karena lupa matiin kompor terus gua ditinggal sendirian disini.

Suasana kelas saat itu, sangat ramai. Ada yang nagis tersedu-sedu, ada yang lari-lari, ada yang lompat-lompat, ada yang lempar-lempar. Gua cuma duduk sambil terus menunduk dan yang duduk di sebelah gua adalah seorang cowok, yang kerjaannya nangis mulu. Dari awal dia masuk, kerjaannya nangis mulu. Selain nangis, ingusnya juga netes kemana-mana. Urgh…..

Gara-gara dia nangis, entah kenapa gua pun jadi kepengen ikut nangis. Dalam tangisan dia, dia sempet berbisik ke gua kayak gini “Hikkks…..hikkkssss (sambil nangis)…. Kamu tau gak, kalau nanti Bu Guru masuk, pintu ama jendela ditutup.. Hikkssss…hikssss terus mamih kamu disuruh keluar, hikksss….hiksss dan ntar kamu gak bisa ketemu mamih kamu lagi”

Hah? Apakah seperti itu? Gua adalah anak polos yang masih berusia 5 tahun dan tiba-tiba gak bisa ketemu ama nyokap lagi. Siapa yang nyebokkin gua entar? Siapa yang nyuapin gua bubur kacang ijo tiap pagi? Siapa ntar yang bacain gua cerita Winnie the pooh tiap malam?

Gua nengok bentar ke jendela dan ASTAGA nyokap gua udah gak ada. Dari semua kepala yang menyembul di jendela, gak ada satupun kepala Nyokap gua. Mama kemana? Mama kemana? jerit gua dalam hati

Tanpa gua sadari, air mata pun mulai turun dari mata gua dan bersamaan dengan itu Bu Guru pun masuk.

Ketika dia masuk, gua seolah melihat sosok yang sangat menyeramkan. Apalagi gara-gara anak sebangku gua itu yang ngomporin kalau Bu Guru tuh orangnya galak, gua jadi sangat takut. Air mata terus turun membasahi pipi gua yang gemuk itu.

Gua mulai meraung-raung, selain gua hampir seluruh anak di kelas juga nangis. Tapi kalau boleh menggambarkan, rasa tangisan gua adalah tangisan yang paling kenceng di antara yang lain…

5 menit, gua masih nangis…

10 menit, tangisan gua makin menjadi-jadi

15 menit, gua nangis + ngompol saking takutnya. Celana baru gua yang awalnya bau pewangi baju langsung berganti dengan bau pesing. Mungkin, saking gemesnya ngeliatin gua yang nangis mulu, Bu Guru datang ngehampirin gua terus ngeliatin nama gua yang terpasang di tag saku baju.

Setelah itu, dia langsung keluar kelas. Gak sampai 5 menit, nyokap gua masuk terus bawa gua keluar. Gua dibawa ke tempat yang sepi sambil ‘diomelin’, gua diiming-imingi maenan yoyo terbaru asal gak nangis terus dan gua ‘diancam’ buat gak nangis karena kalau gua nangis terus-terusan gua gak bakalan boleh nonton kartun lagi. Sambil ngomelin gua, nyokap juga ganti celana gua yang basah gara-gara ompol. Ternyata nyokap sudah bawa serep dan sudah bisa menebak kalau gua bakalan ngompol, ampun deh…

Sambil sesugukkan, gua akhirnya masuk kembali ke kelas. Saat itu suasana kelas tampak lenggang karena tenyata anak-anak cengeng yang doyan nangis kayak gua juga sedang dibawa keluar oleh Ibunya buat dihasut supaya gak nangis.

Mata gua masih berair sambil sesekali nengok ke jendela buat mastiin kalau nyokap gak kemana-mana. Sambil mendelik tajam nyokap gua terus memperhatiin semua gerak-gerik gua. Tatapan tajamnya itu seolah ngomong gini “Ampe lu nangis dan
ngompol lagi, jatah lu jajan Susu Coklat KPBS tiap sore Mama cabut”


Sambil sesekali segugukkan, gua tetep duduk dan mencoba buat tetap tenang. Temen sebangku gua yang dari tadi ngomporin, udah gak ada di tempat duduknya. Mungkin sekarang dia lagi dicubitin ama Ibunya diluar, pikir gua dalam hati…

Acara perkenalan pun dimulai, dan gua bisa ngelewatin acara perkenalan dengan baik. “Nama saya Stefanus, umur 5 tahun, hobby nonton kartun momotaro, dan cita-cita saya ingin menjadi Pendeta” berhasil gua katakan dengan baik. Ketika mendengar cita-cita gua adalah sebagai Pendeta, Bu Guru bertanya ke gua “Stefanus, kenapa kamu ingin menjadi Pendeta?”, yang gua jawab dengan polos “Karena saya ingin masuk surga”. Ibu-ibu yang noong di jendela langsung tertawa mendengar celotehan polos gua saat itu, nyokap gua pun tersipu malu dengar ucapan anak bungsunya itu walau dari matanya tersirat sebuah kebanggaan….

Hari pertama belum ada pelajaran apa-apa. Kalau gak salah, jam 9 pagi, kita sudah dipebolehkan pulang. Ketika boleh pulang, rasanya semua beban yang nempel di pundak gua yang mungil ini langsung hilang dengan sendirinya. Masuk TK yang awalnya gua kira bakal menyenangkan, penuh tawa ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang gua harapkan. Ditambah insiden gua ngompol dan nangis tanpa henti, rasanya sudah tidak ada keinginan lagi untuk besok masuk TK. Walau seiring berjalannya waktu, akhirnya gua bisa menemukan banyak hal yang baru dan menyenangkan di TK tetapi rasa antusias itu sudah jauh berkurang…

Sedikit menyimpang, ketika saya memulai sebuah hubungan pun, saya tidak ingin seperti anak TK yang baru pertama kali masuk TK. Yang awalnya dilandasi rasa optimis tinggi, diawali dengan senyuman, diawali dengan keyakinan untuk memberikan yang terbaik tetapi endingnya akan berakhir dengan tangisan kesedihan dan hilangnya rasa antusias itu….

I believe and I hope it won't happen