Rabu, 19 Oktober 2022

Tokcer

Salah satu kesepakatan yang kita berdua lakukan sebelum menikah adalah kita tidak akan menunda punya momongan.

Ada banyak faktor mengapa kita tidak akan menunda-nunda, salah satunya adalah faktor umur.

Di tahun ini, istri sudah menginjak usia kepala tiga dan banyak yang bilang jika melahirkan di atas usia 35 perlu penanganan khusus.

Meskipun usia istri masih jauh mendekati usia 35 tetapi lebih cepat tentu lebih baik bukan ketimbang harus menunda-nunda.

.................................................

Setelah menikah di bulan April, kita berdua sebenarnya belum tinggal serumah.

Saya masih tinggal bersama Mama di Sulaksana dan istri masih bersama Mama di sekitaran Jalan Sudirman.

Fakta ini membuat banyak orang sering heran dan bertanya "Suami istri kok belum tinggal serumah sih?"

Untuk soal ini kita berdua memang sudah sepakat. Faktor utamanya adalah soal adaptasi.

Kebetulan Mama kita berdua memang menyandang status janda karena sudah ditinggal suaminya meninggal. Coba bayangkan bagaimana rasanya mereka ditinggal sendiri di rumah? Apalagi istri sudah ditinggal meninggal Papanya semenjak masih berusia 3 tahun.

Saya pribadi masih bertanggung jawab penuh buat Mama di rumah. Begitu pun dengan istri yang masih bertanggung jawab penuh buat Mamanya terutama buat soal makan sehari-hari.

Rumah kita berdua di Antapani sebenarnya sudah siap untuk ditempati tetapi rencana untuk kita pindah masih ditahan sembari memberikan waktu adaptasi kepada Mama-mama kita.

Faktor lain adalah soal adaptasi buat saya pribadi. Entah mengapa, kalau di rumah istri bawaanya pengen leha-leha mulu, wkwkwk.

Mau mandi, sudah disiapin air hangat.

Mau makan, nasi dan lauk sudah disiapkan di atas meja

Mau ngemil kacang sukro, kacang sukro sudah tersedia

Sebagai orang yang sejak dulu terbiasa mengerjakan apapun sendirian, hal ini membuat saya terlena.

Mau nulis kok kerjaanya pengen tidur mulu. Mau ngurus jualan, barang-barangnya ada di rumah Sulaksana semua.

Karena beberapa faktor ini terutama faktor Mama, saya dan istri akhirnya sepakat untuk tidak tinggal serumah dulu.

Jadi kalau dirunut, saya menginap di rumah istri setiap hari Rabu, Jumat, Sabtu dan sisanya saya pulang ke rumah di Sulaksana. Di luar itu saya tetap menyempatkan diri untuk datang ke rumah istri setelah istri pulang kerja.

Hari Sabtu biasanya kita ngecek rumah di Antapani sambil manasin mobil. Untuk mobil memang sengaja disimpan di rumah Antapani karena memang jarang dipakai dan hanya dipakai sesekali oleh istri ke kantor sedangkan saya lebih suka menggunakan sepeda motor untuk beraktivitas.

Beberapa orang bilang kalau suami istri tidak tinggal serumah, biasanya akan lama dikasih keturunan. Sempat khawatir juga sih mendengar omongan itu tetapi tutup kuping saja dan berserah biar Tuhan yang atur.

.........................................................

"Gua sih kayaknya mau Childfree"

Saya sedikit terkejut ketika mendengar omongan salah satu teman ini. Kita berdua sekarang sedang duduk di sebuah lapak menikmati Indomie kombinasi Batagor. Sungguh sebuah kombinasi makanan yang sama sekali tidak bergizi.

Dia bercerita jika pasangannya yang sekarang sudah lama tinggal di Australia dan baru pulang ke Indonesia semenjak tahun lalu.

Seperti orang asing kebanyakan, dia menganut paham childfree alias tidak ingin memiliki anak.

Soal childfree ini saya pernah menulis soal pandangan saya di sebuah platform menulis. Pandangan saya berdasarkan pengalaman dari orang yang menganut faham childfree.

Sebelum pindah ke rumah baru di daerah Sudirman, istri dan Mamanya mengontrak rumah di sekitaran Astana Anyar.

Kalau gak salah mereka sudah mengontrak lebih dari 15 tahun dan Puji Tuhan, istri dapat rejeki dari kantor buat beli rumah pribadi di Sudirman.

Di depan rumah istri yang kama, ada rumah kosong yang statusnya sedang dijual. Dijuak dengan harga sekitar 800 jutaan dan sudah hampir 10 tahun belum laku kejual.

Ada yang bilang rumah itu angker, salah satu cerita paling fenomenal datang dari tukang nasi goreng keliling. Si Mang Nasgor biasanya mangkal di depan rumah itu.

Tapi anehnya, sudah satu bulan si Mang gak pernah mangkal lagi. Dia cuma lewat dan kalau gak ada yang beli ya lanjut lagi, gak pernah stay lagi.

Setelah ditilik lebih dalam, si Mang ternyata trauma. Dia dikerjain hantu berjubah putih yang mesen nasgor tapi pas udah dibuatin, orangnya hilang entah kemana. Dan kata si Mang Nasgor, orang yang mesen keluar dari rumah kosong itu!!

Lah gimana bisa mesen nasgor, wong rumahnya aja udah kosong lama. Gegara ini si Mang Nasgor jadi trauma dan ogah mangkal lagi.

Dasar hantu jalang sialan, bikin repot orang padahal kalau gua laper biasanya tinggal teriak dari dalam rumah

"Mang, nasgornya 1 gak pedes yaaaaa!!!"

1 bulan menjelang istri pindah rumah, rumah itu tetiba laku dijual dan direnovasi kecil-kecilan.

Rumah itu dibeli oleh Oma dan Opa berusia lanjut. Kata mama mertua yang sudah mengobrol dengan mereka berdua, mereka berdua ternyata gak punya anak karena dulu waktu masih muda memang memilih jalan childfree.

Dalam pemikiran saya, kalau kita memilih jalan hidup ini keliatan memang menyenangkan. Hidup cuma berdua, duit buat berdua dan habis buat berdua. Liburan berdua, senang-senang berdua dan gak perlu takut buat mikirin uang sekolah atau uang jajan anak buat jajan Mie Kremez atau agar-agar rumput laut.

Tetapi semakin bertambah usia dan kita semakin menua tentu kita butuh anak bukan?

Hm, bukan berarti kita sebagai orang tua mengharapkan balas budi dari anak yang sudah kita besarkan tapi nantinya kita butuh anak buat menjaga dan mengurus kita saat kita tua kan?

"Dek, bisa bantuin Tante sebentar?" kata si Oma suatu hari. Saat itu saya baru saja sampai ke rumah istri, janjian mau nonton bioskop.

"Oh iya Tante boleh. Kenapa Tante" tanya saya.

Si Oma ternyata salah menekan tombol di remote televisi jadinya tidak muncul gambar dan cuma muncul semut di layar.

Saya yang sebenarnya gak paham-paham amat, utak atik sebentar dan aha akhirnya tv bisa menyala normal.

"Makasih ya" kata si Tante sumringah karena televisinya betul kembali.

Let's see. Pekerjaan remeh temeh seperti ini seharusnya bisa dibantu oleh anak kan. Nah kalau kayak tadi, siapa coba yang bisa dimintai tolong?

Satu lagi yang menjadi pemikiran saya. Si Tante dan Om sudah berusia lanjut, usia sudah di atas 70 tahun. Puji Tuhan si Om dan Tante masih sehat dan diberi umur panjang.

Si Om jarang sakit karena dia hampir tiap hari olahraga Taichi. Nah ini yang saya takutkan, kalau misalkan salah satu dari mereka dipanggil Tuhan duluan, gimana coba?

Hidup sendirian dan gak ada yang menemani. Mungkin hidup akan terasa semakin sepi dan coba bayangkan kalau ada sesuatu yang terjadi di rumah sewaktu si Om atau Tante sendirian?

Hush, enyahlah pikiran jelekku ini. Doa saya, semoga si Om dan Tante selalu diberi kesehatan dan umur panjang

Ngomongin soal Taichi, gua kok jadi pengen belajar Taichi ke si Om ya buat membungkam mulut temen gua si Dedi yang mangap terus, wkwkwk.

............................................................

Apa yang ditunggu akhirnya datang juga.

Setelah 4 bulan kosong akhirnya istri hamil juga. Tanda-tanda kehamilan sudah mulai muncul sejak bulan September. Mulai dari sering mual, ingin muntah dan puncaknya adalah telat datang bulan.

Kalau saya merasa kalau istri sedang 'isi' itu ketika melihat sikapnya yang jadi super sensitif.

Karakter istri adalah pendiam dan kalem tetapi belakangan jadi rewel dan seperti ngidam sesuatu.

Ngidamnya sebenarnya gak aneh-aneh, pengen makan bakmie di daerah Jalan Pahlawan.

Gak ada yang salah sebenarnya tapi kalau mau makan bakmie itu harus booking dulu terlebih dahulu buat tanggal yang telah ditentukan.

Buat yang kenal saya secara pribadi, pasti paham lah mana mau gua makan seribet itu. Makan ya tinggal datang ngapain daftar-daftar segala.

Toh rasa ya pasti segitu-segitu aja.

Kali ini beda, penolakan saya membuat istri ngambek, beda dari biasanya. 

Oalah ternyata ini toh yang namanya ngidam, wkwkwk.

Kita berdua lantas menguatkan mental. Kita beli test pack buat cek kehamilan dan hasilnya positif. Dicek sampai 3x hasilnya tetap positif.

Rasanya? Wah gak usah ditanya. Semuanya campur-campur. Dari gugup, senang, takut, bersyukur semuanya tercampur menjadi satu.

Checkout di Toped pun kini berganti. Dari yang biasanya beli action figure dan komik kini berganti menjadi susu dan vitamin untuk ibu hamil.

Setelah mencari referensi dari beberapa orang soal Dokter kandungan akhirnya pilihan kita jatuh kepada seorang Dokter yang buka praktek di sebuah klinik Jalan Padjajaran.

Soal dokter memang harus cocok-cocokan sih. Ada dokter yang terkenal tapi katanya judes dan cuek. Ada dokter yang kata orang bagus tapi katanya sering ngomong hal yang membuat mental jatuh.

Walah jangan deh kalau gitu.

Pilihan kita ternyata tepat. Dokter yang kita pilih sangat baik, menenangkan dan lucu. Sempat ada kekhawatiran karena istri sempat mengeluarkan flek darah hingga 2x. Jawaban Dokter sangat menenangkan:

"Saya tidak bisa mendiagnosa sesuatu yang sudah terjadi. Kita gak usah lihat ke belakang tapi lihat hari ini, bayi Bapak ama Ibu hari ini sehat"

Di layar monitor, kita diperlihatkan hasil USG di perut istri. Ada detak jantung yang terdengar dan ini yang paling penting, ada jabang bayi berusia 2 bulan di perut istri.

SUMPAH, di detik itu gua pengen banget nangis. Nangis terharu terutama sewaktu dokter bilang "Selamat ya buat bapak ama ibu. Coba denger detak jantungnya". Asli pengen banget nangis tapi saya tahan-tahan, malu ada suster yang ngeliatin soalnya, hihi.

Saya dan istri langsung saling menatap dengan sumrigah. Dari matanya, saya pun bisa merasa jika istri sedang manahan tangis juga.

Puji Tuhan, kita 'kosong' cuma 4 bulan saja semenjak menikah dan kondisinya kita memang belum tinggal serumah tetapi sudah Tuhan titipkan bayi di perut istri.

........................................................

Tidak semua orang tahu berita bahagia ini. Saya baru mengabari saudara-saudara dari almarhum Papa. Kenapa mereka yang pertama?

Karena meskipun Papa sudah tidak ada, saya tetap ingin menjaga tali komunikasi dengan mereka. Jadilah semua Kakak dan Adik dari Papa langsung saya kabari semua.

Dari keluarga istri, baru sebagian yang diberitahu soal ini. Beberapa orang sudah mengucapkan selamat dan ada satu ucapan yang membuat saya mesem-mesem sendiri.

"Sani, selamat yaa buat kelahiran Debby. Tokcer ya kamu"

T.O.K.C.E.R. Entah kenapa saya geli sendiri membaca kata TOKCER tadi, hihihi.

Sambil mesem-mesem, saya mengelus perut istri. Masih butuh waktu sampai beberapa bulan lagi sampai baby lahir dan selama itu pula, saya akan berusaha menjadi Ayah yang baik yang akan mencukupkan segala kebutuhanmu.

Doaku pun berubah, kalau setiap malam saya berdoa semoga segera diberi keturunan, kini doanya berubah.

"Ya Tuhan, semoga anakku nanti pintar seperti Ibunya, jangan seperti Ayahnya yang pernah gak naik kelas"

:)