Rabu, 19 Oktober 2022

Tokcer

Salah satu kesepakatan yang kita berdua lakukan sebelum menikah adalah kita tidak akan menunda punya momongan.

Ada banyak faktor mengapa kita tidak akan menunda-nunda, salah satunya adalah faktor umur.

Di tahun ini, istri sudah menginjak usia kepala tiga dan banyak yang bilang jika melahirkan di atas usia 35 perlu penanganan khusus.

Meskipun usia istri masih jauh mendekati usia 35 tetapi lebih cepat tentu lebih baik bukan ketimbang harus menunda-nunda.

.................................................

Setelah menikah di bulan April, kita berdua sebenarnya belum tinggal serumah.

Saya masih tinggal bersama Mama di Sulaksana dan istri masih bersama Mama di sekitaran Jalan Sudirman.

Fakta ini membuat banyak orang sering heran dan bertanya "Suami istri kok belum tinggal serumah sih?"

Untuk soal ini kita berdua memang sudah sepakat. Faktor utamanya adalah soal adaptasi.

Kebetulan Mama kita berdua memang menyandang status janda karena sudah ditinggal suaminya meninggal. Coba bayangkan bagaimana rasanya mereka ditinggal sendiri di rumah? Apalagi istri sudah ditinggal meninggal Papanya semenjak masih berusia 3 tahun.

Saya pribadi masih bertanggung jawab penuh buat Mama di rumah. Begitu pun dengan istri yang masih bertanggung jawab penuh buat Mamanya terutama buat soal makan sehari-hari.

Rumah kita berdua di Antapani sebenarnya sudah siap untuk ditempati tetapi rencana untuk kita pindah masih ditahan sembari memberikan waktu adaptasi kepada Mama-mama kita.

Faktor lain adalah soal adaptasi buat saya pribadi. Entah mengapa, kalau di rumah istri bawaanya pengen leha-leha mulu, wkwkwk.

Mau mandi, sudah disiapin air hangat.

Mau makan, nasi dan lauk sudah disiapkan di atas meja

Mau ngemil kacang sukro, kacang sukro sudah tersedia

Sebagai orang yang sejak dulu terbiasa mengerjakan apapun sendirian, hal ini membuat saya terlena.

Mau nulis kok kerjaanya pengen tidur mulu. Mau ngurus jualan, barang-barangnya ada di rumah Sulaksana semua.

Karena beberapa faktor ini terutama faktor Mama, saya dan istri akhirnya sepakat untuk tidak tinggal serumah dulu.

Jadi kalau dirunut, saya menginap di rumah istri setiap hari Rabu, Jumat, Sabtu dan sisanya saya pulang ke rumah di Sulaksana. Di luar itu saya tetap menyempatkan diri untuk datang ke rumah istri setelah istri pulang kerja.

Hari Sabtu biasanya kita ngecek rumah di Antapani sambil manasin mobil. Untuk mobil memang sengaja disimpan di rumah Antapani karena memang jarang dipakai dan hanya dipakai sesekali oleh istri ke kantor sedangkan saya lebih suka menggunakan sepeda motor untuk beraktivitas.

Beberapa orang bilang kalau suami istri tidak tinggal serumah, biasanya akan lama dikasih keturunan. Sempat khawatir juga sih mendengar omongan itu tetapi tutup kuping saja dan berserah biar Tuhan yang atur.

.........................................................

"Gua sih kayaknya mau Childfree"

Saya sedikit terkejut ketika mendengar omongan salah satu teman ini. Kita berdua sekarang sedang duduk di sebuah lapak menikmati Indomie kombinasi Batagor. Sungguh sebuah kombinasi makanan yang sama sekali tidak bergizi.

Dia bercerita jika pasangannya yang sekarang sudah lama tinggal di Australia dan baru pulang ke Indonesia semenjak tahun lalu.

Seperti orang asing kebanyakan, dia menganut paham childfree alias tidak ingin memiliki anak.

Soal childfree ini saya pernah menulis soal pandangan saya di sebuah platform menulis. Pandangan saya berdasarkan pengalaman dari orang yang menganut faham childfree.

Sebelum pindah ke rumah baru di daerah Sudirman, istri dan Mamanya mengontrak rumah di sekitaran Astana Anyar.

Kalau gak salah mereka sudah mengontrak lebih dari 15 tahun dan Puji Tuhan, istri dapat rejeki dari kantor buat beli rumah pribadi di Sudirman.

Di depan rumah istri yang kama, ada rumah kosong yang statusnya sedang dijual. Dijuak dengan harga sekitar 800 jutaan dan sudah hampir 10 tahun belum laku kejual.

Ada yang bilang rumah itu angker, salah satu cerita paling fenomenal datang dari tukang nasi goreng keliling. Si Mang Nasgor biasanya mangkal di depan rumah itu.

Tapi anehnya, sudah satu bulan si Mang gak pernah mangkal lagi. Dia cuma lewat dan kalau gak ada yang beli ya lanjut lagi, gak pernah stay lagi.

Setelah ditilik lebih dalam, si Mang ternyata trauma. Dia dikerjain hantu berjubah putih yang mesen nasgor tapi pas udah dibuatin, orangnya hilang entah kemana. Dan kata si Mang Nasgor, orang yang mesen keluar dari rumah kosong itu!!

Lah gimana bisa mesen nasgor, wong rumahnya aja udah kosong lama. Gegara ini si Mang Nasgor jadi trauma dan ogah mangkal lagi.

Dasar hantu jalang sialan, bikin repot orang padahal kalau gua laper biasanya tinggal teriak dari dalam rumah

"Mang, nasgornya 1 gak pedes yaaaaa!!!"

1 bulan menjelang istri pindah rumah, rumah itu tetiba laku dijual dan direnovasi kecil-kecilan.

Rumah itu dibeli oleh Oma dan Opa berusia lanjut. Kata mama mertua yang sudah mengobrol dengan mereka berdua, mereka berdua ternyata gak punya anak karena dulu waktu masih muda memang memilih jalan childfree.

Dalam pemikiran saya, kalau kita memilih jalan hidup ini keliatan memang menyenangkan. Hidup cuma berdua, duit buat berdua dan habis buat berdua. Liburan berdua, senang-senang berdua dan gak perlu takut buat mikirin uang sekolah atau uang jajan anak buat jajan Mie Kremez atau agar-agar rumput laut.

Tetapi semakin bertambah usia dan kita semakin menua tentu kita butuh anak bukan?

Hm, bukan berarti kita sebagai orang tua mengharapkan balas budi dari anak yang sudah kita besarkan tapi nantinya kita butuh anak buat menjaga dan mengurus kita saat kita tua kan?

"Dek, bisa bantuin Tante sebentar?" kata si Oma suatu hari. Saat itu saya baru saja sampai ke rumah istri, janjian mau nonton bioskop.

"Oh iya Tante boleh. Kenapa Tante" tanya saya.

Si Oma ternyata salah menekan tombol di remote televisi jadinya tidak muncul gambar dan cuma muncul semut di layar.

Saya yang sebenarnya gak paham-paham amat, utak atik sebentar dan aha akhirnya tv bisa menyala normal.

"Makasih ya" kata si Tante sumringah karena televisinya betul kembali.

Let's see. Pekerjaan remeh temeh seperti ini seharusnya bisa dibantu oleh anak kan. Nah kalau kayak tadi, siapa coba yang bisa dimintai tolong?

Satu lagi yang menjadi pemikiran saya. Si Tante dan Om sudah berusia lanjut, usia sudah di atas 70 tahun. Puji Tuhan si Om dan Tante masih sehat dan diberi umur panjang.

Si Om jarang sakit karena dia hampir tiap hari olahraga Taichi. Nah ini yang saya takutkan, kalau misalkan salah satu dari mereka dipanggil Tuhan duluan, gimana coba?

Hidup sendirian dan gak ada yang menemani. Mungkin hidup akan terasa semakin sepi dan coba bayangkan kalau ada sesuatu yang terjadi di rumah sewaktu si Om atau Tante sendirian?

Hush, enyahlah pikiran jelekku ini. Doa saya, semoga si Om dan Tante selalu diberi kesehatan dan umur panjang

Ngomongin soal Taichi, gua kok jadi pengen belajar Taichi ke si Om ya buat membungkam mulut temen gua si Dedi yang mangap terus, wkwkwk.

............................................................

Apa yang ditunggu akhirnya datang juga.

Setelah 4 bulan kosong akhirnya istri hamil juga. Tanda-tanda kehamilan sudah mulai muncul sejak bulan September. Mulai dari sering mual, ingin muntah dan puncaknya adalah telat datang bulan.

Kalau saya merasa kalau istri sedang 'isi' itu ketika melihat sikapnya yang jadi super sensitif.

Karakter istri adalah pendiam dan kalem tetapi belakangan jadi rewel dan seperti ngidam sesuatu.

Ngidamnya sebenarnya gak aneh-aneh, pengen makan bakmie di daerah Jalan Pahlawan.

Gak ada yang salah sebenarnya tapi kalau mau makan bakmie itu harus booking dulu terlebih dahulu buat tanggal yang telah ditentukan.

Buat yang kenal saya secara pribadi, pasti paham lah mana mau gua makan seribet itu. Makan ya tinggal datang ngapain daftar-daftar segala.

Toh rasa ya pasti segitu-segitu aja.

Kali ini beda, penolakan saya membuat istri ngambek, beda dari biasanya. 

Oalah ternyata ini toh yang namanya ngidam, wkwkwk.

Kita berdua lantas menguatkan mental. Kita beli test pack buat cek kehamilan dan hasilnya positif. Dicek sampai 3x hasilnya tetap positif.

Rasanya? Wah gak usah ditanya. Semuanya campur-campur. Dari gugup, senang, takut, bersyukur semuanya tercampur menjadi satu.

Checkout di Toped pun kini berganti. Dari yang biasanya beli action figure dan komik kini berganti menjadi susu dan vitamin untuk ibu hamil.

Setelah mencari referensi dari beberapa orang soal Dokter kandungan akhirnya pilihan kita jatuh kepada seorang Dokter yang buka praktek di sebuah klinik Jalan Padjajaran.

Soal dokter memang harus cocok-cocokan sih. Ada dokter yang terkenal tapi katanya judes dan cuek. Ada dokter yang kata orang bagus tapi katanya sering ngomong hal yang membuat mental jatuh.

Walah jangan deh kalau gitu.

Pilihan kita ternyata tepat. Dokter yang kita pilih sangat baik, menenangkan dan lucu. Sempat ada kekhawatiran karena istri sempat mengeluarkan flek darah hingga 2x. Jawaban Dokter sangat menenangkan:

"Saya tidak bisa mendiagnosa sesuatu yang sudah terjadi. Kita gak usah lihat ke belakang tapi lihat hari ini, bayi Bapak ama Ibu hari ini sehat"

Di layar monitor, kita diperlihatkan hasil USG di perut istri. Ada detak jantung yang terdengar dan ini yang paling penting, ada jabang bayi berusia 2 bulan di perut istri.

SUMPAH, di detik itu gua pengen banget nangis. Nangis terharu terutama sewaktu dokter bilang "Selamat ya buat bapak ama ibu. Coba denger detak jantungnya". Asli pengen banget nangis tapi saya tahan-tahan, malu ada suster yang ngeliatin soalnya, hihi.

Saya dan istri langsung saling menatap dengan sumrigah. Dari matanya, saya pun bisa merasa jika istri sedang manahan tangis juga.

Puji Tuhan, kita 'kosong' cuma 4 bulan saja semenjak menikah dan kondisinya kita memang belum tinggal serumah tetapi sudah Tuhan titipkan bayi di perut istri.

........................................................

Tidak semua orang tahu berita bahagia ini. Saya baru mengabari saudara-saudara dari almarhum Papa. Kenapa mereka yang pertama?

Karena meskipun Papa sudah tidak ada, saya tetap ingin menjaga tali komunikasi dengan mereka. Jadilah semua Kakak dan Adik dari Papa langsung saya kabari semua.

Dari keluarga istri, baru sebagian yang diberitahu soal ini. Beberapa orang sudah mengucapkan selamat dan ada satu ucapan yang membuat saya mesem-mesem sendiri.

"Sani, selamat yaa buat kelahiran Debby. Tokcer ya kamu"

T.O.K.C.E.R. Entah kenapa saya geli sendiri membaca kata TOKCER tadi, hihihi.

Sambil mesem-mesem, saya mengelus perut istri. Masih butuh waktu sampai beberapa bulan lagi sampai baby lahir dan selama itu pula, saya akan berusaha menjadi Ayah yang baik yang akan mencukupkan segala kebutuhanmu.

Doaku pun berubah, kalau setiap malam saya berdoa semoga segera diberi keturunan, kini doanya berubah.

"Ya Tuhan, semoga anakku nanti pintar seperti Ibunya, jangan seperti Ayahnya yang pernah gak naik kelas"

:)



Sabtu, 07 Mei 2022

Now, Then, Forever

 ".......Masalah akan datang, konflik mungkin ada, problematika hidup akan terus mewarnai kehidupan tetapi selama kita berdua ingat dengan janji suci yang kita ucapkan tadi maka saya yakin kita berdua akan bisa melewatinya"

Tidak terasa air mata langsung menetes dari kelopak mata. Emosi terasa memuncak dan setelah sekian lama akhirnya saya menangis juga.

Ah, rasanya sudah begitu lama saya tidak menangis. Terakhir kali menangis itu kalau saya tidak salah terjadi 3 tahun lalu saat Ayah meninggal dunia.

Dulu saya pernah menangis gegara telenovela Amigos x Siempre tetapi kali ini berbeda rasanya.

Ini seperti luapan dari hati dan pikiran langsung melayang teringat ke Ayah. Coba kalau beliau masih ada tentu kebahagiaan ini akan begitu paripurna.

Speech tadi saya ucapkan saat proses pemberkatan pernikahan berakhir. MC yang memimpin mempersilahkan saya untuk pidato singkat sekaligus mengucapkan terima kasih kepada tamu yang hadir.

Berhubung saya memang tidak terbiasa untuk berbicara di depan orang banyak, saya sudah menyiapkan catatan kecil untuk dibacakan di depan.

Hampir seminggu lamanya saya membuat catatan tersebut. Padahal isinya simple tetapi karena saya ingin membuat lebih bermakna, dibutuhkan proses yang tidak sebentar.

Begitu speech saya bacakan, saya bisa melihat dan merasakan kekaguman dadi tamu yang hadir. Mungkin kalau wajah mereka bisa berbicara, mereka bakalan ngomong gini "Ajig, si monyet ini bisa keren juga"

Kocaknya adalah satu hari sebelum hari pernikahan, kita sempat latihan buat persiapan pemberkatan pernikahan.

"Nanti gua mau drama sedikit ya, mau keliatan nangis biar keren. Nanti kamu mainan lagu Moving On ya biar lebih keren" kata saya ke Rio yang menjadi Keyboardis di hari pernikahan.

Ternyata gak butuh drama karena saya malah nangis beneran, wkwkwkwk

.....................................................

Awalnya, pernikahan akan dilangsungkan pada tanggal 26 Maret 2022. Persiapan sudah nyaris sempurna tetapi satu Minggu sebelum acara, istri dan Mamanya positif COVID-19.

Gejalanya memang tidak terlalu parah karena 'hanya' batuk dan demam saja. Setelah diskusi, kita memutuskan untuk menunda pernikahan sampai Istri dan Mama mertua sehat kembali.

Kita tidak boleh egois atau menutupi soal ini karena akan ada banyak saudara berusia lanjut yang akan hadir. Akan terasa berdosa sekali jika kita tetap memaksakan acara padahal salah satu dari kita ada yang positif.

Puji Tuhan, pihak Hotel menerima pengunduran pernikahan kita. Tidak ada denda atau penalty yang diberikan padahal acara tinggal 1 Minggu lagi.

Satu-satunya hal yang merepotkan adalah kita harus menghubungi satu per satu tamu yang sudah mengkonfirmasi hadir kalau acara terpaksa ditunda.

Oh ya untuk pernikahan kali ini kita menerapkan sistem reservasi. Jadi tamu yang sudah mendapat undangan akan kita hubungi lagi untuk konfirmasi kehadiran.

Menurut saya pribadi ini cara yang paling efektif untuk memastikan jumlah yang hadir agar tidak terjadi penumpukkan yang berujung kepada kerumunan.

Ya repotnya itu tadi, kita harus bersabar menunggu konfirmasi dari undangan.

"Saya usahain hadir ya" atau "Nanti saya kabarin lagi" adalah beberapa jawaban menyebalkan yang saya dapat, hahaha.

Oh ya karena alasan yang sama pula, kita membatasi 1 undangan untuk 2 orang saja. Ini pun membuat kita harus siap dengan pertanyaan seperti:

"Nanti anak kita siapa yang jagajn" atau "Ini si Andrea pengen ikut katanya, pengen liat Sani ama Debi menikah, boleh ya ikut?"

Kita harus siap dengan banyaknya negosiasi yang diajukan dan untuk beberapa orang akhirnya kita mengalah dengan memperbolehkan membawa anak padahal aturan ini dibuat untuk kebaikan bersama agar tidak terjadi kerumunan.

Selain dua hal itu tadi, kita juga harus siap dengan nyinyiran dari orang yang tidak bisa kita undang.

Karena kita memang membatasi jumlah tamu maka mau tidak mau harus ada yang 'dikorbankan' alias tidak bisa diundang.

Lansia di luar keluarga terpaksa kita pinggirkan karena sesuai saran dari hotel, lansia lebih baik tidak diundang.

Agar win-win solution dan mencegah nyinyiran maka kita akan membuat acara tersendiri di Gereja. Belum juga dibicarakan, nada sumbang sudah mulai terdengar dari orang yang tidak diundang.

Omongan sumbang tersebut sebenarnya tidak berdampak apapun ke kita berdua apalagi ke saya pribadi yang pada dasarnya cuek dan santai.

Beda kasus jika nyinyiran tersebut datang dari teman di lingkungan kerja. Bisa dibayangkan kan, gimana gak enaknya kita dinyinyirin orang yang setiap hari bertatap muka dengan kita?

Ini yang saya maksud dengan nyinyiran berdampak dengan nyinyiran yang tidak berdampak.

....................................................

Satu hal yang membuat saya pribadi sangat senang adalah kehadiran Maria Vania sebagai pendamping istri. Kebetulan Istri adalah sahabat dekat Maria sejak SMA dan saya sendiri lumayan dekat dengan Maria sewaktu masih SMA.

Maria sekarang sudah sangat sibuk di layar kaca. Dia rutin tampil di acara Indosiar dan kemarin sedang sibuk dengan syuting Ramadhan.

Tanggal 24 April, di hari pernikahan kita sebenarnya Maria masih harus melakoni satu episode pamungkas untuk sebuah sinetron di SCTV tetapi Maria berhasil melobi agar scene dia dibereskan di tanggal 23 agar dia bisa datang ke pernikahan kita.

Dan lobi berhasil karena Maria akhirnya bisa datang ke pernikahan kita dan menjadi pendamping istri.

Mohon maaf sekali kepada Maria karena banyak tamu yang mengajak foto bareng Maria. Terima kasih untuk keramahan dan kesediaan Maria berfoto dengan tamu yang hadir.

"12 tahun lamanya Sani memendam rasa kepada sahabat saya...."

Speech dari Maria tersebut membuat saya berpikir sejenak. Ah benar juga ya, waktu berjalan begitu cepat.

Sejak duduk di bangku SMA, saya sudah menaruh hati kepada istri tetapi apa daya, belum ada keberanian untuk mendekati dia.

Saingannya berat dan jauh dibanding saya tapi siapa yang nyangka sih kita berdua kini bisa berjalan di pelaminan yang sama? Rencana Tuhan memang sulit untuk ditebak.

...........................................................

"Yang mau foto dengan mempelai, silahkan mendaftar ke saya ya" panggil MC saat kita semua sedang menyantap makanan yang tersaji.

Sambil mengunyah chicken blackpapper yang enak, saya memperhatikan dari kejauhan si Banu datang menghampiri MC.

Si asu ini sepertinya mau mendaftar buat foto bareng. Oh ya, temen saya sejak SD ini juga sudah berencana nikah di bulan Agustus loh.

"Ya silahkan untuk GS Squad alias GENG SANI SQUAD untuk maju dan berfoto dengan kedua mempelai"

ASYUUUUU, SYAITONNNNN. KENAPA BANGKE NAMA GENG ITU YANG DISEBUT!!

"Apaan tuh Geng Sani Squad?" bisik istri

"Itu Geng yang ditakuti dan dikagumi pas di SMP PROVA" jawab saya ngasal

Padahal aslinya ini adalah geng cupu yang beranggotakan 4 orang yang hobby nya ngeliatin banci di Taman Lalu Lintas setiap Malam Minggu.

Ah beneran deh, waktu rasanya begitu cepat berlalu. Perasaan baru kemarin kita berempat makan steak tepung di Waroeng Steak eh sekarang saya sudah berdiri di pelaminan.

Overall acara berjalan dengan baik. Makanan tidak kurang dan banyak tamu yang bilang kalau makanan yang disajikan enak. Makasih sebesar-besarnya buat Juan sebagai owner Hotel yang sudah turun tangan langsung untuk menjaga kualitas rasa agar terjamin.

.......................................................

Sebelum hari pernikahan, saya sempat bertemu dan ngobrol dengan salah satu teman yaitu Albert a.k.a Ambu.

Btw, si Ambu ini yang fotoin kita berdua untuk pra wedding loh. Hasilnya okey banget dan banyak tamu yang bilang kalau konsep foto kita menarik dan unik.

Padahal buat foto itu kita cuma bener-bener bertiga. Gak pake asisten, pengarah gaya atau make up. Semuanya dilakukan secara mandiri.

Salah satu request saya untuk foto pra wedding ke pasangan adalah saya pengen si Ambu yang fotoin.

Jujur aja, saya bakalan merasa kagok banget kalau yang foto itu bukan temen sendiri. Kalau temen sendiri kan enak, mau maki atau bacot apapun pasti ditampung.

Mau gaya ini itu tinggal ngomong lah kalau orang lain jatohnya kagok gak sih.

Saya juga mengajukan request ke Ambu supaya fotonya jangan sama seperti orang lain. Hampir semua foto pra wedding yang saya perhatikan konsepnya mengambil di alam terbuka atau hutan dengan pria menggunakan jas dan si perempuan menggunakan gaun.

Ah gak cocok rasanya kalau kita berdua mengambil konsep begitu. Itu mau nikah apa mau berburu babi hutan sih.

Kembali lagi ke obrolan saya dan Ambu, si Ambu cerita kalau bulan lalu dia menjadi Best Man untuk temannya yang menikah.

Pernikahan mereka diadakan di Green Forrest dan entah mereka salah perhitungan atau bagaimana, budget pernikahan mereka tetiba melambung tinggi.

Dari rencana awal cuma mengundang 50 orang, naik menjadi 100 orang. Setelah pemberkatan dan menunggu untuk acara resepsi, mempelai pria dan mempelai perempuan berantem gegara soal duit.

Bayangin berantem pas hari pernikahan karena si mempelai perempuan sudah kehabisan duit buat bayar kekurangan dan dia minta ke suaminya yang juga kehabisan 'bensin' buat membayar biaya overload pernikahan mereka!

"Terus gimana Mbu?"

"Ya temen gua itu jadinya minjem 5jt ke gua buat lunasin dulu. Dibayarnya pakai angpau setelah pernikahan"

Puji Tuhan Yesus Kristus, dana buat pernikahan kita sudah aman dan lunas jauh-jauh hari.

Sesuai komitmen kita berdua, biaya pernikahan kita ini ditanggung oleh kita berdua. Kita tidak akan meminjam uang kepada siapapun atau menjual aset untuk membiayai hari besar kita berdua.

Kalau kalian baca postingan saya sebelum ini, bersamaan dengan kita yang sedang merencanakan pernikahan, istri pun sebenarnya mendapat berkat berupa fasilitas pembelian rumah dari kampus tempat dia bekerja.

Meskipun begitu, istri harus tetap membayar setengah harga rumah secara cash. Waktunya sebenarnya bisa dibilang kurang pas karena menikah dan membeli rumah (biar cuma setengahnya), keduanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Dan inilah kebesaran Tuhan, kita berdua bisa membereskan keduanya dengan baik. Urusan rumah beres, begitu pula urusan menikah beres juga tanpa harus merepotkan orang lain.

Beberapa saudara yang berbaik hati sempat menghubungi kita berdua dan menawarkan bantuan "Kalau ada yang bisa dibantu, telepon aja ya". Kurang lebih seperti itu bantuan yang ditawarkan kepada kita berdua.

Terima kasih untuk kebaikan hatinya, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian semua.

............................................................

Jam sudah menunjukkan pukul 8 Malam, satu per satu tamu sudah mulai berangsur pulang.

Saya melirik ke arah buffet, masih ada beberapa piring yang menumpuk pertanda ada lebih dan tidak kurang.

Alunan lagu "We Could Be In Love" dari Lea Salonga mengalun di seantero ballroom.

"Be still my heart

Lately it's mind is on it's own

It would go far and wide

Just to be near you

Even the stars

Shine a bit bright I've noticed

When you're close to me"

Saya terduduk sembari menatap seisi ruangan yang sudah sepi. Beberapa jam lalu, ruangan ini terisi penuh tetapi sekarang sudah nyaris kosong.

Dengan berakhirnya acara resepsi pernikahan ini berarti kehidupan yang baru, baru saja akan dimulai.


Jumat, 11 Februari 2022

Kesempatan Kedua

Kalau misalkan saya ditanya, hal apa yang tidak ingin kamu lakukan lagi dalam hidup maka saya akan menjawab 'beli rumah'.

Serius, beli rumah itu gak gampang dan banyak dramanya. Udah naksir ama rumahnya eh harganya bikin sebel.

Gilirannya duitnya ada eh rumahnya udah kejual ama orang lain.

Udah cocok ama rumahnya eh gak cocok ama tetangganya yang julid. Pokoknya segala macam warna warni dalam hidup ada saat kita sedang berencana buat beli rumah.

Seperti yang pernah saya tulis di blog ini, tahun 2017 saya memutuskan untuk mengambil sebuah rumah di bilangan Antapani, Bandung.

Faktor utama kenapa saya mengambil rumah di perumahan itu dikarenakan harga yang kompetitif, suasana yang tenang dan yang terutama dekat rumah saya yang sekarang

Jadi kalau laper tinggal pulang buat makan masakan mama, hihihi.

...................................................

Sewaktu saya membeli rumah itu, banyak sekali ceritanya. Mulai dari soal memilih posisi rumah, cerita pengajuan KPR sampai cerita soal biaya yang tidak terduga.

Menurut perkiraan saya, mungkin saya adalah 10 orang pertama yang membeli rumah di perumahan itu. Kebetulan Kakak bekerja sebagai salah satu arsitek di perumahan itu jadi saya dapat banyak kemudahan buat beli rumah disana.

Apesnya, gegara rumah itu belum saya tempatin sampai sekarang, saya malah berasa mirip anak bawang disana gegara belum kunjung menempati rumah itu.

Harusnya bisa tuh gua mencalonkan diri jadi Ketua RW disana yang kelak akan mengayomi warganya.

Sewaktu Akad Jual Beli (AJB) rumah juga banyak cerita kejutan. Habis keluar banyak buat DP rumah, masih ada biaya notaris, pajak, dll.

Nilainya BESAR sekali. Untung aja masih ada uang simpanan karena kalau sampai gak ada duit simpanan, bisa batal AJB tuh dan harus menunggu saya jual ginjal dulu biar lunas.

Dengan semua keruwetan itu (termasuk biaya yang besar) kalau boleh memilih saya memilih untuk tidak mengulang sirklus beli rumah.

Bukannya gak mau kalau dikasih rejeki buat beli yang rumah yang lebih besar tetapi untuk saat ini, cukup sekali saja dalam hidup, saya merasakannya.

.....................................................

Tetapi memang yang namanya hidup, kita memang gak bisa memprediksi apa yang bakalan terjadi.

Lagi sibuk ngurus pernikahan tetiba calon istri dapat kabar kalau dia mendapat 'jatah' rumah dari kantor.

Maksudnya, kantor tempat dia bekerja memberikan fasilitas pinjaman tanpa bunga untuk para karyawan buat beli rumah

Fasilitas yang diberikan memang tidak mencakup keseluruhan harga rumah dan ini berarti sisanya harus dari kantong sendiri.

Kesempatan ini konon belum tentu datang 2x jadi setelah berembug disertai perdebatan, calon istri berencana untuk mengambil fasilitas itu.

Salah satu cita-cita dari calon istri adalah dia ingin membelikan rumah untuk Ibunya. Dibanding ngontrak terus tapi gak jadi rumah ya mending beli gak sih kalau ada kesempatan?

Seperti yang saya tulis di awal tadi, beli rumah itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan biaya yang besar.

Bedanya dengan saya ketika membeli rumah, proses beli kali ini bentrok dengan rencana pernikahan yang sama-sama membutuhkan biaya besar.

Setelah berbicara empat mata dengan calon istri maka rumah adalah prioritas utama. Pertimbangannya adalah kesempatan ini belum tentu datang lagi dan harga rumah akan semakin naik setiap tahunnya.

Tanggal untuk menikah sedikit digeser untuk memberi nafas kita berdua. Sesuai komitmen awal, untuk menikah kita tidak akan meminjam uang kepada siapapun dan murni dari kantong kita berdua.

...................................................

Seperti sirklus saat saya mencari rumah, calon istri pun merasakan suka duka mencari rumah.

Ada yang bagus tapi harga gak cocok

Ada yang murah tapi letaknya di pinggiran

Ada yang murah dan posisi di Kota tapi di sekeliling rumah banyak diisi oleh wanita malam. Saya sih gak masalah tapi calon yang pasti gak setuju, hahaha.

Setelah lama mencari akhirnya ketemu juga rumah yang dimau. Sebuah rumah di bilangan Jalan Sudirman, biar rumahnya masuk gang tapi dirasa cocok.


Awalnya harga yang diminta tidak sesuai dengan budget tetapi mungkin ini yang namanya jodoh tetiba yang punya rumah menelepon dan bilang kalau harganya masih bisa nego.

Nego seharian akhirnya deal di angka sekian. Puji Tuhan akhirnya rumah yang dimau bisa didapat.

Eits tapi emang tidak semudah itu karena disinilah segala titik keruwetan dimulai.

Mulai dari sertifikat rumah yang belum balik nama, soal NPWP, dll. Pokoknya banyak sekali drama yang menguras air mata dan pikiran, halah.

Tetapi mungkin karena ini jalannya Tuhan, satu per satu masalah bisa teratasi. Dibandingkan saat saya beli rumah dulu, jauh lebih banyak ini dramanya.

Mungkin inilah perbedaan beli rumah ke developer dan beli rumah second.

.................................................

Apa yang ditunggu akhirnya tiba. Uang dari kantor sudah turun, notaris sudah siap dan tinggal menunggu beberapa hari lagi untuk Akad Jual Beli (AJB). Biaya pun sudah dipersiapkan dan tentu saja kita harus siap-siap dengan 'kejutan' yang tidak terduga.

Saya sempat mengobrol dengan pasangan dan bertanya, mengapa dana buat beli rumah cairnya kok sewaktu kita sedang merencanakan pernikahan.

Apakah ini berkat atau apa gitu ya. Beli rumah dan menikah tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kalau ditopang ortu yang tajir sih gak masalah tapi ini murni dari uang kita berdua. Rasanya kalau dipikir menggunakan akal manusia rasanya seperti mustahil tetapi kenyataanya ternyata BISA.

Setelah urusan rumah hampir rampung, kita kembali fokus menyiapkan pernikahan yang tertunda.

Karena tertundanya cukup lama sampai berganti tahun, harga tahun 2021 ternyata sudah berbeda dengan harga 2022. Tentu saja lebih mahal dan sekali lagi ada pertolongan Tuhan.

Calon istri nego langsung ke owner hotel yang kebetulan adalah teman semasa sekolah sampai kita mendapat harga bagus. Puji Tuhan!

Jika tidak ada masalah, pernikahan akan diadakan di akhir bulan Maret. Semoga kondisi aman terkendali supaya semua saudara yang diundang bisa datang.

Mohon doanya ya manteman!